TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Sumatera Barat menangkap aktivis lembaga Pusat Studi Aktivitas Pusat (Pusaka) Sudarto. Ia ditangkap atas tuduhan menyebarkan kebencian melalui media sosial ketika perayaan Natal di Kabupaten Dharmasraya.
"Pelaku ditangkap di kediamannya," kata Kepala Bidang Humas Polda Sumatera Barat Komisaris Besar Stefanus Satake Bayu Setianto di Padang, Selasa, 7 Januari 2020. Ia mengatakan pelaku ditangkap sekitar pukul 13.30 WIB di rumahnya yang berada di Jalan Veteran, Purus.
Stefanus menyebut pelaku sengaja menyebar informasi yang menimbulkan permusuhan baik individu maupun kelompok berdasarkan suku agama ras dan antargolongan (SARA) serta menyebarkan berita bohong lewat Facebook.
Ia mengatakan Sudarto masih menjalani pemeriksaan di Kepolisian Daerah Sumatera Barat. "Sekarang dalam pemeriksaan dan bisa saja langsung ditahan," kata dia.
Sudarto disangka pasal 45 A ayat 2 juncto pasal 28 UU 19 2016 tentang perubahan UU 11 2008 tentang ITE. Serta pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 UU 1946 tentang peraturan hukum pidana. "Pelaku ini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan akan diproses lebih lanjut," kata Stefanus.
Perkara ini bermula dari laporan Ketua Pemuda Jorong Kampung Baru, Nagari Sikabau, Harry Permana kepada polisi pada 29 Desember 2019. Harry menuduh Sudarto menyebarkan informasi perihal larangan perayaan Natal melalui akun Facebook yang berpotensi menyesatkan atau bohong. Status tersebut dimuat pada 14-15 Desember 2019.
Menurut Harry, Nagari Sikabau tidak melarang ibadah Natal. Harry mengatakan yang benar adalah wali nagari hanya melarang jemaah dari luar Nagari Sikabau untuk datang dan ikut melaksanakan ibadah Natal.
Sudarto adalah aktivis kebebasan beragama dan berkeyakinan. Namanya muncul kala mengungkapkan adanya pelarangan perayaan Natal di Nagari Sikabau. Masyarakat di sana disebut hanya diizinkan merayakan Natal di rumah masing-masing. Namun pemerintah Dharmasraya menyediakan mobil agar umat Nasrani dapat merayakan Natal di Kabupaten Sawahlunto.
Lembaga-lembaga pegiat hak asasi manusia mengecam penangkapan ini. Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan kejadian yang menimpa Sudarto adalah strategi baru dari kelompok intoleran untuk membungkam orang-orang yang kritis di media sosial. "Celakanya, aparat keamanan cenderung bertindak untuk menyenangkan kelompok mayoritas," kata Bonar.
Bagi Bonar, penangkapan tersebut merupakan upaya untuk mendiskreditkan ikhtiar advokasi Sudarto, sekaligus memperlihatkan bahwa sejak lama banyak orang yang tersinggung atas pandangan kritisnya. "Akhir Desember lalu, Kapolda Sumbar Irjen Toni Harmanto menuding Sudarto membuat kegaduhan dan tak berdasarkan fakta di lapangan," Bonar mengungkapkan.
Kecaman pun disampaikan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Padang, yang juga menjadi kuasa hukum Sudarto, Wendra Rona Putra. Ia berujar, penangkapan kliennya menunjukkan indikasi yang mengkhawatirkan. Alasannya, Sudarto adalah aktivis yang memiliki kepedulian pada isu kebebasan beragama dan berkeyakinan.
"Terlebih proses hukumnya tergolong ringkas karena laporan masuk 29 Desember 2019 dan sudah ditangkap pada 7 Januari 2020," ucap Wendra.
Avit Hidayat