TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Rivanlee Anandar menilai Presiden Joko Widodo atau Jokowi semakin terlihat menggunakan aparat penegak hukum untuk pasang badan demi investasi ketika Kapolri Jenderal Idham Azis mengeluarkan telegram soal penanganan korupsi di daerah. "Telegram Kapolri ini semakin menegaskan pidato Jokowi saat ditetapkan dan terpilih menjadi presiden 2019-2024 yang 'pasang badan' dan akan mengejar dan menghajar siapa pun pihak yang menghambat investasi," kata Rivanlee kepada Tempo, Ahad, 5 Januari 2020.
Menurut Rivanlee, pada periode pertama pemerintahan Jokowi ada pula nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) antara Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan Polri. Isi MoU adalah dilakukannya sosialisasi terkait investasi, bahkan perlindungan hukum terhadap investasi yang ada di daerah. Hasilnya, konflik lahan dan kriminalisasi yang tumbuh setiap tahunnya.
Telegram Kapolri berisi petunjuk teknis untuk para Kepala Kepolisian Daerah dalam menyelidiki perkara tindak pidana korupsi di daerah.
Telegram ini diteken oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada 31 Desember 2019. Sebulan sebelumnya, tepatnya pada 13 November 2019, Presiden Jokowi dalam rapat koordinasi nasional dengan kepala daerah di Sentul juga berpesan perihal ini. Dalam rapat itu, Jokowi mengingatkan para aparatur penegak hukum agar tak asal main eksekusi saat menangani suatu kasus. Apalagi saat kasus itu telah diketahui sejak awal.
Telegram ini meminta kepolisian daerah dan satuan di bawahnya agar menjaga iklim investasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Caranya, dengan penegakan hukum yang profesional dan mengedepankan upaya pencegahan.
Keberadaan telegram Kapolri yang teranyar ini dinilai semakin menunjukkan ambisi investasi yang tinggi dari pemerintahan Jokowi, tanpa melihat masalah korupsi, HAM, dan lingkungan. "Dari telegram itu, dapat terlihat negara menggunakan aparat keamanannya untuk pasang badan, mengejar, dan menghajar yang mana dalam banyak kasus korbannya adalah masyarakat di daerah terdampak investasi," ujar dia.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | ANDITA RAHMA