TEMPO.CO, Jakarta - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mendukung pemerintah mengedepankan jalur diplomasi dalam menyelesaikan polemik masuknya kapal Cina di Perairan Natuna.
"Indonesia perlu memaksimalkan langkah diplomasi dalam merespons masuknya Coast Guard Cina di Laut China Selatan yang masuk dalam perairan Indonesia tersebut, dengan sambil tetap pengerahan kapal militer untuk menjaga perairan Laut China Selatan," ujar Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PPP, Syaifullah Tamliha lewat keterangan tertulis pada Ahad, 5 Januari 2019.
Syaifullah mengatakan, langkah diplomasi diusulkannya karena manuver penjaga pantai Cina dinilai sebagai upaya Cina menunjukkan kekuatan militernya ke dunia internasional, Ini setelah beberapa waktu sebelumnya kapal perang Amerika Serikat bermanuver di sekitar Kepulauan Spratly (pulau buatan Cina di atas batu karang) yang berada di dekat Filipina yang juga termasuk dalam kawasan Laut China Selatan.
Sementara, Laut Cina Selatan merupakan perairan yang selama ini menjadi salah titik ketegangan yang melibatkan beberapa negara yaitu Indonesia, Brunai Darussalam, Malaysia, Vietnam, dan China.
"Cina telah memperhitungkan kemungkinan terburuk dari manuver mereka di Laut Cina Selatan tersebut, termasuk kemungkinan kontak senjata dengan kekuatan militer Indonesia," ujar Syaifullah.
Untuk itu, ujar dia, Indonesia sebaiknya mengedepankan jalur diplomasi dalam kasus ini. Langkah diplomasi itu, ujar dia, khususnya perlu dimaksimalkan di organisasi PBB, dimana Cina bersama empat negara lainnya yaitu Prancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Di samping terus melakukan langkah-langkah diplomasi, lanjut Syaifullah, Indonesia secara konsisten harus meningkatkan anggaran militer Indonesia yang idealnya 1,5 persen dari PDB atau sebesar Rp300 triliun. Tahun ini anggaran militer Indonesia baru Rp131 triliun.
"Peningkatan anggaran militer ini tidak hanya dibutuhkan untuk menjaga wilayah Indonesia lainnya yang sangat luas (baik laut, darat, dan udara), khususnya untuk wilayah-wilayah sensitif seperti Laut Cina Selatan dan perairan Papua," ujar dia.