TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang akhir hayatnya pada 2009, Presiden keempat Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, berjanji akan menemui petani di Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah, yang menolak pendirian pabrik semen. Namun, ajal menjemput sang kiai sebelum ia menuntaskan janjinya.
Dalam Majalah Tempo edisi Senin, 6 Januari 2020, putri sulung Gus Dur, Alissa Wahid, berkisah tentang janji ini. Saat itu, rombongan petani Kendeng menyambangi rumah Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan, untuk mengadu penangkapan sejumlah rekannya oleh kepolisian.
Alissa berkisah saat itu, kondisi Gus Dur sudah mulai sakit-sakitan. Alissa yang saat itu mendampingi Gus Dur menemui sembilan perwakilan aktivis Pegunungan Kendeng, mengatakan ayahnya berjanji akan datang dan mendukung perjuangan melawan pembangunan pabrik semen di sana.
Namun, hingga Gus Dur berpulang pada 30 Desember 2009, janji itu tak dapat dipenuhi. Pada kesempatan lain di Jakarta, para petani itu kembali menagih janji itu kepada Alissa.
"Mbak, Gus Dur masih utang berkunjung ke Kendeng. Kalau bisa ada ahli warisnya yang datang ke sana," ujar Alissa mengulang permintaan para petani.
Bagi petani Kendeng, Gus Dur tak hanya sebatas tempat mengadu, namun juga sebuah simbol perjuangan. Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng, Gunretno, mengatakan kepergian Gus Dur sempat membuat mereka risau.
Namun, janji ini akhirnya dipenuhi Alissa, yang datang ke Kendeng bersama jaringan Gusdurian, kelompok yang mendukung dan menyebarkan ajaran Gus Dur. Alissa hingga saat ini aktif mengadvokasi masyarakat melawan pembangunan pabrik. "Dia menjadi bagian dari perjuangan itu," ujar Gunretno.
Kisah lebih lengkap ada di Majalah Tempo edisi Senin, 6 Januari 2020, "Membayar Utang Menjaga Warisan".
WAYAN AGUS PURNOMO (JAKARTA) | SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA)