TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan meminta polisi mengecek kumpulan data arus komunikasi yang ada di sekitar kediamannya menjelang teror air keras terjadi pada 11 April 2017. Dengan teknik yang disebut Cell Tower Dumps itu, ia yakin polisi bisa menemukan aktor di balik layar yang menyuruh dua orang untuk menyerang dirinya.
“Kalau dia memakai teknik itu, sangat mudah dapatkan pelaku dan rangkaian siapa saja yang menggerakan orang-orang ini,” kata Novel saat wawancara dengan tim Majalah Tempo edisi, 4 Januari 2020.
Novel meyakini kepolisian mempunyai bukti data teknologi informasi atau setidaknya Cell Tower Dump. Kumpulan data tentang informasi lokasi dari ratusan ribu ponsel itu, kata dia, dapat diayak untuk mengidentifikasi sejumlah kecil tersangka. “Perkara kecil pun mereka menggunakan itu,” kata Novel.
Sebelumnya, polisi sudah menangkap dua tersangka pelaku penyerangan terhadap Novel. Keduanya adalah anggota Brigade Mobil, Ronny Bugis dan Rahmat Mahulette. Mereka ditangkap pada akhir Desember 2019.
Novel menengarai kedua orang tersebut hanya orang suruhan. Dugaan itu, kata dia, muncul dari pernyataan salah satu tersangka Rahmat Mahulette saat akan digiring ke mobil tahanan di Polda Metro Jaya. Rahmat mengatakan Novel sebagai pengkhianat.
“Ketika dia bilang pengkhianat, perbuatannya dia tidak berdiri sendiri. Berarti dia orang suruhan, saya semakin yakin itu,” ujar Novel.
Baca berita selengkapnya di Majalah Tempo, "Jejak Gelap Dua Brigadir".