TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Pengendalian Operasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Bambang Surya Putra mengatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah bisa menetapkan status tanggap darurat terkait banjir besar yang terjadi sejak Rabu, 1 Januari lalu. Alasannya, bencana ini memaksa ribuan orang mengungsi dan menyebabkan korban jiwa.
"Cukup lah (ditetapkan tanggap darurat). Faktanya pengungsian di mana-mana," kata Bambang saat ditemui di Sasana Krida Karang Taruna Bidara Cina, Jalan Baiduri Bulan, Jakarta, Sabtu, 4 Januari 2020.
Berdasarkan data BNPB per hari ini, hingga pukul 10.00 jumlah pengungsi akibat banjir yang melanda Jabodetabek mencapai 173.064 orang dan 53 orang meninggal. Dari jumlah tersebut, di Provinsi DKI Jakarta terdapat 11.474 pengungsi dan sembilan korban jiwa.
Penetapan status tanggap darurat, kata Bambang, penting untuk memaksimalkan pengerahan sumber daya dalam rangka mengevakuasi korban. "Nih, ya, kalau misalnya tidak menetapkan situasi darurat, tim-tim mitra dan semua yang turun di lapangan itu terbatas sumber dayanya. Bisanya (membantu) sesuai kemampuan saja," kata dia.
Selain itu, penetapan status tanggap darurat penting untuk masyarakat. Bambang mencontohkan masyarakat bisa mencairkan asuransi-asuransi yang mereka miliki jika ada pengumuman resmi dari pemerintah soal bencana.
"Seperti untuk bagaimana asuransi dicairkan, bagaimana proyek-proyek yang terhambat gara-gara bencana ini yang mungkin ada adendum-adendum di proyek-proyek di swasta, dan sebagainya. Banyak manfaatnya untuk semua," kata Bambang.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya menyatakan tak mau gegabah menentukan status tanggap darurat banjir di Ibu Kota. Ia beralasan status tanggap darurat itu punya konsekuensi yang tidak sederhana. Namun, ia tidak menjelaskan konsekuensi yang dimaksud.