TEMPO.CO, Kendari - Seorang mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari, Muhammad Iksan, menjadi korban pembacokan orang tak dikenal usai berunjuk rasa menyoal sengkarut tambang nikel di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara pada Kamis, 2 Januari 2020.
Cerita ini bermula ketika mahasiswa Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan ini berunjuk rasa di DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara. Ia berunjuk rasa bersama rekan-rekanya sesama mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Kehutanan se-Indonesia (Sylva).
Koordinator Lapangan Sylva, Muhammad Adriansyah, mengatakan pembacokan pada rekanya itu terjadi sekitar pukul 12.30 Wita di depan halaman gedung Fakultas Kehutanan. Saat itu korban bersama tiga kawanya sedang duduk santai menunggu dosen untuk mengurus perkuliahan.
Nah saat itulah ada dua orang tak dikenal yang mengendarai motor turun dan langsung menebas kepala Iksan menggunakan parang.
Alhasil mahasiswa semester 7 pun dilarikan ke Puskesmas. Iksan harus menerima 15 jahitan di kepala bagian kanan. Usai mendapat perawatan dari Puskesmas, sekitar pukul 18.00, korban melaporkan kejadian tersebut ke Polda. Dan malamnya sekitar pukul 22.00 Wita polisi langsung melakukan gelar perkara di TKP.
“Keadaan korban sudah membaik, dia sudah pulang di rumahnya. Hanya memang perlu istirahat, luka bacokan tadi tulang tengkorak kepalanya sampei kelihatan akibat bacokan,” kata Adriansyah.
Adriansyah menduga serangan kepada Iksan salah sasaran. "Sepertinya seharusnya ke saya," katanya. Sebab, selama unjuk rasa di DPRD, sejumlah orang tak dikenal mengambil foto dan video dirinya saat berorasi pun saat massa diterima oleh Wakil Ketua Komisi II DPRD Provinsi.
Bahkan, sebelum demonstrasi, sejumlah orang dari perusahaan mendatangi dia. Mereka meminta agar tak ada unjuk rasa menyoroti aktifitas pertambangan perusahaan yang beroperasi di Morombo, Konawe Utara.
“Saya didatangi, terus orang dari perusahaan ancam sampaikan jangan ada gerakan mempermasalahkan tambang. Tapi saya bilang ini keprofesian saya sebagai mahasiswa kehutanan,” kata Adriansyah.
Sebenarnya, kata Adriansyah, aksi teror sudah pernah terjadi saat mereka berunuk rasa serupa pada April 2019. Saat itu, ia mengatakan beberapa kawanya dipukuli juga oleh orang tak dikenal.
Unjuk rasa ini berawal dari salah satu perusahaan yang diduga menyerobot kawasan hutan di Konawe Utara. Perusahaan ini diketahui tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Namun, mereka sudah mengeruk ore nikel yang ada di dalam kawasan hutan dengan pola join operation (JO) dengan perusahaan lain.
“Karena dampaknya bukan hanya dari sisi pertambangan tapi kerusakan hutan dan lingkungan kawasan hutan yang tidak boleh digunakan malah di olah untuk tambang,” kata Adriansyah.