TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi telah menggelar sidang terkait kasus dugaan suap impor bawang putih.
Dalam perkara itu, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah mantan anggota DPR dari Fraksi PDIP I Nyoman Dhamantra dan orang kepercayaannya Mirawati Basri, Keduanya menjadi tersangka penerima suap. Mereka diduga menerima Rp 3,5 miliar dari pengusaha untuk mengurus kuota impor bawang putih.
Tiga pengusaha pemberi suap yakni, Direktur PT Cahaya Sakti Argo, Chandry Suanda alias Afung, dan dua pihak swasta, Dody Wahyudi, serta Zulfikar. Uang diberikan agar Nyoman membantu pengurusan izin impor 20 ribu ton bawang putih untuk tahun 2019.
Dari kelima tersangka ini, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah menyidangkan Nyoman Dhamantra, Afung, dan Dody. “Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut bertentangan dengan jabatannya,” kata jaksa KPK saat membacakan dakwaan untuk Nyoman di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 31 Desember 2019.
Dalam dokumen persidangan yang diperoleh Tempo, Afung menjelaskan mulai merintis bisnis di sektor distribusi hasil bumi pada 2014 dengan mendirikan PT Cahaya Sakti Agro.
Pada Maret 2018, Afung bertemu dengan Dody Wahyudi di Restoran Fryday, Central Park, Jakarta. Afung mengenal Dody pada 2008, ketika sama-sama meminjam uang kepada Zulfikar.
Dalam pertemuan itu, Dody menawarkan Afung untuk berbisnis bawang putih. Dody mengaku memiliki kenalan untuk membantu pengurusan Surat Persetujuan Impor dari Kementerian Perdagangan.
Menurut Afung dikutip dari berkas itu, Dody mengatakan Afung akan mendapatkan kuota impor bawang putih menggunakan jatah yang diduga milik Badan Intelijen Negara (BIN).
Dody juga mengatakan akan mempertemukan Afung dengan seorang bernama Reyno dan Reza yang dapat menjadi penghubung guna memperoleh kuota bawang putih itu. Syaratnya, Afung mesti bersedia memberikan Rp 2.200 dari setiap kilogram bawang yang ia impor.
Afung sempat ragu menerima tawaran itu. Sebab, perusahaannya tak memiliki lahan bawang putih. Untuk memperoleh kuota impor, pengusaha juga harus mengantongi Rekomendasi Impor Produk Holtikultura dari Kementerian Pertanian. Padahal agar bisa mengantongi rekomendasi itu, importir wajib menanam 5 persen dari total kuota impor yang diperoleh.
Dody menjanjikan membantu untuk mempermudah memperoleh RIPH melalui Reza dan Reyno. Pertemuan yang dijanjikan Dody itu akhirnya terjadi sekitar April atau Mei 2018 di Restoran Fryday, Central Park.
Pertemuan itu membahas kelanjutan dari pengurusan kuota impor seperti yang pernah ditawarkan Dody. Afung sempat menawar agar beban pengurusan impor dikurangi, dari Rp 2.200 menjadi Rp 1.800 per kilogram.
Penawaran Afung didasarkan pada perhitungan harga bawang dari Cina, ongkos transportasi, hingga harga yang mesti ia bayar untuk pihak yang membantunya mengurus izin.
Menurut perhitungan Afung, untuk tiap kilogram ia mesti mengeluarkan ongkos sebanyak Rp 12.362. Sementara harga jual bawang putih saat itu Rp 17 ribu perkilogram. Ada selisih Rp 5 ribu per kilogram yang dihitung sebagai keuntungan untuk perusahaannya. Akan tetapi, harga yang disepakati dalam pertemuan akhirnya mentok di angka Rp 2.000 per kilogram.
Setelah pertemuan itu, Afung mengaku bertemu secara intens dengan orang-orang yang membantunya mengurus impor pada Mei hingga Oktober 2018. Afung dijanjikan kuota sebanyak 50 ribu ton. Ia mengaku juga dijanjikan bahwa hanya sedikit perusahaan yang akan mendapatkan jatah kuota ini, sehingga harga bawang akan melambung dan perusahaannya mendapat untung.
Namun, berbeda dari janji itu, SPI yang keluar pada 18 Oktober 2018 hanya memberikan jatah kuota kepada PT CSA sebanyak 20 ribu ton. Perusahaan importir yang mendapatkan kuota juga berjumlah 28 perusahaan, sehingga harga bawang putih di pasaran merosot dari perkiraan Afung.
Melihat kondisi itu, Afung sempat berpikir untuk membatalkan perjanjian. Namun dia takut, karena orang yang berurusan dengannya membawa-bawa nama BIN. Ia pun masih tergiur dengan janji bahwa tahun 2019 akan kembali dibantu untuk memperoleh kuota impor. Akhirya Afung tetap mengimpor bawang putih meski rugi.
Walhasil Afung mesti membayar total komitmen fee. Mendapatkan jatah impor 20 ribu ton dan dengan biaya Rp 2.000 ribu per kilogram, Afung mesti menyetor Rp 40 miliar. Uang itu kemudian ia serahkan sebanyak Rp 29 miliar dalam bentuk tunai dan Rp 11 miliar dalam bentuk cek.
Setelah Afung rugi, Dody yang tak enak hati menawarkan jalur lain. Di sini lah kemudian Dody memperkenalkan Afung kepada Nyoman Dhamantra. Kerja sama ini pula yang membuat Afung, Nyoman dan Dody ditangkap KPK pada Agustus 2019.
Ditemui saat menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta 19 Desember 2019, Afung mengatakan tak mengetahui benar tidaknya bahwa jatah yang ia pakai untuk impor 2018 adalah milik BIN. “Itu sekedar omongan ya, enggak tahu benar atau enggaknya, dan tidak pernah bertemu dengan orang BIN,” kata dia.
Adapun Dody ditemui di kesempatan yang sama menyangkal kabar itu. “Tidak benar,” kata dia.
Sementara itu, juru bicara BIN Wawan Hari Purwanto membantah bahwa lembaganya ikut terlibat dalam dugaan suap kuota impor bawang putih. "Itu tidak benar," kata Wawan, Jumat, 27 Desember 2019.
Wawan mengatakan BIN sama sekali tak memiliki jatah kuota untuk impor bawang putih. Ia menduga ada orang-orang yang sengaja mencatut nama BIN. "Sudah sering terjadi di daerah-daerah orang mencatut nama BIN untuk kepentingan mereka," kata Wawan. Ia menjamin BIN tak pernah terlibat dalam bisnis impor bawang putih ini.