TEMPO.CO, Kupang - Pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Johanes Tuba Helan mengatakan perlu ada sanksi tegas dari pemerintah pusat terhadap kegagalan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di daerah-daerah. Otonomi daerah diberikan dari pusat, berikut anggarannya. “Jadi, mesti ada tekanan, perlu sanksi lebih tegas terhadap daerah yang gagal menetapkan APBD-nya,” kata Tuba Helan di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Senin, 30 Desember 2019.
Tuba Helan mengatakan hal itu sehubungan dengan dua kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yakni Timor Tengah Utara dan Rote Ndao yang gagal menetapkan APBD 2020 hingga batas waktu yang ditentukan pada 30 November 2019. Menurut aturan, kegagalan penetapan APBD bisa berdampak pada adanya sanksi kepada kepala daerah maupun DPRD yang tidak digaji selama enam bulan.
Ia menilai perlu ada sanksi lain yang lebih tegas sehingga betul-betul dapat memberikan efek jera bagi penyelenggara pemerintah di daerah. “Efeknya harus betul-betul membuat jera, karena selama ini sudah ada ancaman sanksi sesuai aturan tetapi setiap tahun selalu jadi masalah terkait APBD ini dan tentu dampaknya merugikan rakyat,” katanya.
“Kepala daerah maupun DPRD itu dipilih oleh rakyat untuk mengurus rakyat, tapi justru membuat sulit rakyat,” kata Tuba Helan.
Ia mengatakan, kegagalan penetapan APBD juga menunjukkan kurangnya dukungan daerah terhadap pembangunan yang sedang dilakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Ketika APBD gagal ditetapkan, pelaksanaan anggaran pembangunan harus menggunakan APBD tahun sebelumnya dengan jumlah yang terbatas. “Artinya input anggaran dari pusat untuk mempercepat pembangunan di daerah tidak bisa digunakan sehingga tidak selaras antara pembangunan yang digiatkan pemerintah pusat dengan di daerah,” katanya.