TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa pendiri PT Mukti Rekso Abadi Soetikno Soedarjo menyuap mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar Rp 46 miliar. Suap diberikan agar Emirsyah membantu Soetikno merealisasikan proyek perawatan dan pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia.
"Memberi sesuatu yaitu memberi uang kepada terdakwa," kata jaksa KPK, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 26 Desember 2019.
Jaksa menyebutkan sejumlah proyek pengadaan dan perawatan itu terjadi saat Emirsyah menjabat sebagai Dirut Garuda pada 2005-2014. Proyek itu salah satunya, perawatan mesin Rolls-Royce RR Trent 700.
Jaksa mengatakan pada 2005, Garuda memiliki 6 unit pesawat Airbus A330 yang dibeli pada November 1989. Pesawat itu menggunakan mesin produksi Rolls Royce tipe Trent 700 dengan junlah 15 unit mesin.
Sejak rencana perawatan mesin itu dicanangkan, menurut jaksa, pihak Rolls Royce melakukan pendekatan kepada Emirsyah, melalui Soetikno. Rolls Royce menawarkan program TCP, yakni paket perawatan yang tidak melibatkan pihak ketiga. Padahal saat itu, Garuda mencanangkan program perawatan Time and Base Material yang lebih murah karena sedang kesulitan keuangan.
Selain dalam program perawatan, jaksa menyebut Soetikno juga memberikan uang kepada Emirsyah dalam program pengadaan pesawat Airbus A330-300/200, pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, pengadaan pesawat Bombardier CRJ1.000, dan pengadaan pesawat ATR 72-600.
Jaksa menyebut uang yang diberikan kepada Emirsyah Satar berasal dari sejumlah pabrikan mesin dan pesawat, yakni Rolls Royce, Airbus, dan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft. Uang itu terdiri dari, Rp5.859.754.797, US$ 884.200, 1.020.975 Euro dan Sin$ 1.189.208. Dengan kurs saat ini, jumlah uang itu setara dengan Rp 46 miliar.
Menurut jaksa, Soetikno mengalirkan uang dari perusahaan Rolls Royce dan Airbus itu melalui sejumlah perusahaannya yakni Connaught International Dan PT Ardyaparamita Ayuprakarsa. Salah satu modus yang digunakan ialah dengan menitipkan uang itu ke rekening perusahaan Soetikno yang berada di luar negeri. Karena modus ini, KPK turut menjerat Soetikno bersama Emirsyah dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Atas dakwaan ini, Soetikno tak mengajukan eksepsi. "Saya tidak ada eksepsi, setelah ini saya serahkan semua ke penasehat hukum," kata dia.