INFO NASIONAL — Menteri Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan Omnibus law adalah suatu undang-undang (UU) yang dibuat untuk menyasar satu isu besar yang mungkin dapat mencabut atau mengubah beberapa UU sekaligus sehingga menjadi lebih sederhana.
“Omnibus law juga dikenal dengan omnibus bill. Konsep ini sering digunakan di negara yang menganut sistem common law seperti Amerika Serikat dalam membuat regulasi,” ujarnya saat menghadiri acara "KADIN Talks" di Menara Kadin Jakarta, 18 Desember 2019.
Baca Juga:
Airlangga menjelaskan regulasi dalam konsep ini adalah membuat satu UU baru untuk mengamandemen beberapa UU sekaligus. “Ada tiga manfaat dari penerapan Omnibus law ini, pertama, menghilangkan tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan; kedua, efisiensi perubahan/pencabutan peraturan perundang-undangan; dan ketiga, menghilangkan ego sektoral yang terkandung dalam berbagai peraturan perundang-undangan," katanya menjelaskan.
Omnibus law menurut Ketua Umum Partai Golkar ini adalah strategi pemerintah untuk menyelesaikan persoalan regulasi yang berbelit dan tumpang tindih, juga bertujuan untuk memperkuat investasi dan daya saing Indonesia,khususnya dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global. “Tujuan akhir Omnibus law adalah mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” ucapnya.
Pemerintah akan segera mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Melalui RUU tersebut, pemerintah merevisi 82 UU yang terdiri dari 1.194 pasal. Ada tiga hal yang disasar pemerintah, yakni UU perpajakan, cipta lapangan kerja, dan pemberdayaan UMKM.
Baca Juga:
Omnibus Law Perpajakan mencakup enam pilar, yaitu: 1) Pendanaan Investasi, 2) Sistem Teritori, 3) Subjek Pajak Orang Pribadi, 4) Kepatuhan Wajib Pajak, 5) Keadilan Iklim Berusaha, dan 6) Fasilitas.
RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja terbagi dalam 11 klaster, yaitu 1) Penyederhanaan Perizinan, 2) Persyaratan Investasi, 3) Ketenagakerjaan, 4) Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMKM, 5) Kemudahan Berusaha, 6) Dukungan Riset dan Inovasi, 7) Administrasi Pemerintahan, 8) Pengenaan Sanksi, 9) Pengadaan Lahan, 10) Investasi dan Proyek Pemerintah, dan 11) Kawasan Ekonomi.
Dari 11 klaster, 10 di antaranya sudah rampung dibahas oleh pemerintah. Sementara, klaster ketenagakerjaan masih dibahas dengan Menteri Tenaga Kerja. “Klaster Ketenagakerjaan tersebut akan membahas izin tenaga kerja, definisi jam kerja, pekerjaan dengan jam kerja fleksibel, hingga pengupahan,” tutur Airlangga. (*)