TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri mengatakan penegakan hukum terhadap pihak swasta tak boleh mematikan korporasi. "Jangan sampai karena kita lakukan penegakan hukum, akhirnya korporasinya mati, usahanya tidak berjalan, pengangguran semakin melebar, perekonomian tidak bergerak, iklim usaha menjadi hancur," kata Firli dalam wawancara dengan Majalah Tempo, Sabtu lalu, 21 Desember 2019. Alasannya, demi memberikan kepastian hukum dan mendorong investasi.
Firli mengatakan korporasi tidak boleh mati karena kasus suap biasanya dilakukan orang per orang dalam korporasi. Padahal terminologi suap swasta sebenarnya sudah ada dalam Undang-undang Tipikor, hasil ratifikasi dari konvensi PBB tentang pemberantasan korupsi atau UNCAC.
Menurut komisaris jenderal ini ada syarat-syarat dalam pidana korporasi. Terutama harus ditelusuri dulu apakah korupsi itu menguntungkan korporasi. "Adakah perbuatan melanggar hukum itu, seluruh keuntungan dari perbuatan melanggar hukum dinikmati oleh korporasi? Itu harus ada, kalau enggak kan susah kita," kata Firli.
Firli juga mengisyaratkan tak setuju pemidanaan terhadap komisaris perusahaan. Menurut dia, Undang-undang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa penanggung jawab utama adalah direktur, bukan komisaris. "Jangan memaksa untuk menjadikan komisaris menjadi tersangka apalagi owner menjadi tersangka. Kalau gitu enggak ada lagi orang mau usaha."
KPK, kata dia, harus memberikan sumbangan terhadap peningkatan iklim usaha. Dia membantah ini pesanan dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Namun saat pelantikan pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana pada Jumat pekan lalu, 20 Desember 2019, Firli mengakui Jokowi menyampaikan pesan bagaimana membangun Indonesia. Pesan itu disampaikan kepada sepuluh pimpinan dan Dewan Pengawas KPK.
Firli Bahuri mengatakan syarat pertama membangun Indonesia adalah stabilitas politik. Syarat kedua dan ketiga adalah meningkatnya iklim usaha. "Artinya ada investor, iya kan? Yang ketiga adalah pertumbuhan ekonomi yang meningkat," ucap dia.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | ROSSENO AJI