TEMPO.CO, Jakarta - Kecintaan Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Firli Bahuri kepada olahraga badminton dan tenis membuat dia melontarkan sejumlah masukan, terutama untuk pembinaan calon-calon atlet tenis.
Firli menilai sebenarnya Indonesia mempunyai banyak pemain tenis berbakat. Namun, pelatihan di Indonesia kurang baik.
Mantan Kapolda Sumatera Selatan itu mencontohkan di Amerika Serikat. Di sana banyak pusat pelatihan tenis.
Bahkan, menurut Firli Bahuri, calon atlet berlatih 8 jam sehari. Mereka dikejar target di umur 22 tahun harus bisa masuk kategori pemain profesional.
"Nah kita enggak, kita sulit sekali mencari umur 22 itu bisa masuk preofesional," ujarnya kepada tim dari Majalah Tempo di Kampus Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta, pada Sabtu lalu, 21 Desember 2019. Baca wawancara lengkap Filri Bahuri di Majalah Tempo edisi 21 Desember 2019 di sini.
Tak cuma itu. Firli mengungkapkan, minimnya kompetisi tenis profesional juga menjadi alasan mengapa olahraga tenis di Indonesia kurang maju. "Ya kompetisinya kurang, terus kedua pembibitan. Olahraga tidak ada yang instan."
Menurut Firli, tenis adalah olahraga yang tak boleh dilewatkan.
Dia rutin menyempatkan waktu setiap pekan untuk bermain tenis. "Pas ada waktu kita main, kalau enggak, ya enggak."
Firli Bahuri menceritakan bahwa dia pernah bermain dengan atlet tenis profesional, seperti Christopher Rungkat dan Panji Untung Setiawan.
"Itu pemain top Indonesia," katanya.
Untuk badminton, Firli mengatakan lebih suka berpasangan. Ia kerap bermain dengan atlet nasional seperti Hendra Setiawan, Mohammad Ahsan, dan Bellaetryx Manuputty.
Menurut mantan Deputi Penindakan KPK tersebut, dia biasa bermain badminton dengan sistem perhitungan skor pindah bola.
Dalam sistem perhitungan ini, hanya pemain yang melakukan servis yang dapat meraih poin.
Dalam pertandingan profesional, cara perhitungan ini sudah ditinggalkan sejak 2002, sehingga biasa disebut sistem klasik.
Pertandingan badminton profesional belakangan lebih sering memakai pehitungan reli poin.
Satu set pertandingan dengan perhitungan pindah bola biasanya mentok di skor 15. Meski begitu Firli Bahuri lebih sering bermain hingga 21 poin.
"Tetap pindah bola, bola satu, bola kedua, (seperti) jaman yang lalu, tapi angka tetap 21."
Dengan sistem perhitungan klasik tadi waktu pertandingan badminton berjalan lebih lama. Satu pertandingan bisa menghabiskan waktu hingga dua jam lebih.
"Tiga set itu bisa 2 jam setengah, tapi asyik," tutur Firli Bahuri.