TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Front Pembela Islam atau FPI, Munarman, mengatakan pihaknya tak lagi peduli ihwal perpanjangan izin Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Munarman berujar, FPI menilai penerbitan SKT itu tidak ada manfaat bagi organisasinya.
Dia juga mengatakan FPI akan tetap menjadi pembela dan pelayan umat dengan atau tanpa SKT.
"FPI enggak peduli, mau diterbitkan atau tidak diterbitkan SKT. Toh bagi FPI tidak ada manfaat sedikit pun," kata Munarman melalui pesan singkat, Sabtu, 21 Desember 2019.
Munarman menyebut sebenarnya tidak ada kewajiban bagi ormas apa pun juga untuk mendaftarkan dirinya. Kata dia, pendaftaran itu hanya untuk akses mendapat dana bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
"FPI selama ini mandiri secara dana, tidak pernah minta dana APBN," kata dia.
Anggota ormas FPI menggelar Aksi Bela Islam, Aksi Bela Rasulullah di depan Mabes Polri, Jakarta, Jumat, 13 Desember 2019. Massa menyebut nama-nama seperti Ade Armando, Sukmawati Soekarnoputri, dan Gus Muwafiq telah melakukan penistaan terhadap Agama Islam maupun Nabi Muhammad SAW. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Munarman mengatakan FPI sudah berbaik hati mendaftarkan diri ke pemerintah selama 20 tahun ini. Meski memegang SKT, ujar dia, FPI tak pernah mengemis meminta bantuan dana dari pemerintah.
Perpanjangan izin SKT Front Pembela Islam memang masih belum jelas setelah habis masa berlaku pertengahan Juni lalu. Kementerian Dalam Negeri menyatakan masih mengkaji pasal dalam AD/ART yang dinilai rancu. Di sisi lain, Kementerian Agama sudah mengeluarkan rekomendasi perpanjangan izin tersebut.
Menurut Munarman, FPI sudah menyerahkan semua syarat administrasi yang diminta. Dia menganggap dokumen syarat itu seharusnya sudah cukup karena SKT bersifat administratif.
"Bila kemudian rezim zalim mengada-adakan syarat baru dan mencari-cari alasan serta mempersoalkan hal substansial yang bersifat urusan rumah tangga FPI, itu makin membuktikan bahwa rezim ini rezim zalim yang suka mengobok-obok urusan rumah tangga organisasi lain," kata Munarman.
Munarman mengimbuhkan, tindakan semacam itu hanya dilakukan oleh rezim yang ideologinya sama dan sebangun dengan Cina. Kata dia, hanya negara berideologi komunis yang suka mencampuri urusan privat dan domestik warga negaranya.