INFO NASIONAL — Untuk menghindari terjadinya missmatch antara tenaga kerja yang dibutuhkan dan tenaga kerja siap pakai, pemerintah terus membenahi produktivitas yang menjadi salah satu prioritas pemerintah Indonesia dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) maupun ekonomi.
"Ini (pembenahan) tidak bisa dilakukan pemerintah sendiri, tetapi juga hasil kerja sama dengan dunia usaha," kata Dirjen Binalattas Kemnaker, Bambang Satrio Lelono, saat membuka bedah buku "Pengukuran Produktivitas dan Daya Saing Tenaga Kerja" di Jakarta, Rabu, 18 Desember 2019.
Menurut Bambang, produktivitas dipandang sebagai indikator penting dalam aktivitas ekonomi. Penggunaan produktivitas oleh dunia Internasional sebagai alat ukur kinerja suatu negara yang menjadikan nilai produktivitas dapat terbandingkan antar negara.
"Atas hal itu, bisa dilihat posisi kinerja suatu negara dibanding negara lain sehingga kebijakan peningkatan produktivitas menjadi terarah dalam peningkatan agar mampu bersaing dengan negara lain dan semakin menyejahterakan bangsa," ujarnya.
Berdasarkan laporan World Economic Forum (WEF) bertajuk "The Global Competitiveness Report 2019", mencatat peringkat daya saing Indonesia berada di posisi 50 dari posisi sebelumnya 45. Kini, posisi Indonesia sebelumnya ditempati oleh Bahrain. Namun, Indonesia masih tertinggal dari negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
Baca Juga:
"Daya saing kita turun disebabkan masalah produktivitas. Kalau masalah ini sudah membaik dan skor ini bukan turun melainkan negara-negara lompatannya lebih tinggi dan reformasinya lebih cepat," ucap Bambang.
Bambang Satrio menjelaskan tingkat produktivitas kadang tak sesuai dengan upah pekerja. Karenanya, pemerintah melalui Kemnaker akan meninjau kembali aturan ketenagakerjaan dan pengupahan. "Sebab urusan produktivitas, upah dan daya saing, pada akhirnya akan menpengaruhi nilai investasi yang masuk ke tanah air," ujarnya.
Bambang berharap ketersediaan data dan informasi produktivitas bangsa dalam buku itu dapat menjadi acuan utama semua unsur, agar tercipta gerakan nasional peningkatan produktivitas yang mengacu pada empat strategi dasar.
Keempat strategi itu yakni pemasifan upaya peningkatan kompetensi SDM; penataan manajemen dan sistem birokrasi secara menyeluruh; pengembangan teknologi dan inovasi secara terus menerus; dan pembudayaan sikap produktif dan etos kerja.
"Semoga semangat membangun bangsa melalui peningkatan produktivitas dapat kita lakukan dengan komitmen tinggi dan terus menerus sinergi semua unsur dengan semangat kebangsaan," kata Bambang.
Acara peluncuran buku bertema "Peningkatan Produktivitas dan Daya Saing Tenaga kerja dalam Menciptakan Kesejahteraan Masyarakat" dihadiri oleh Kabarenbang, Tri Retno Isnaningsih; Ses Itjen, Estiarty Haryani; Ketua BNSP, Kunjung Masehat; dan Ketua Pokja Lembaga Produktivitas Nasional (LPN), Bomer Pasaribu.
Bomer berharap, peringkat daya saing Indonesia bisa kembali pulih di peringkat 45 di tahun 2020 dan kembali menjadi rangking 40 di tahun 2021 mendatang. "Jadi diharapkan terus merangkak naik dari posisi 50 ke 45dan dari 45 ke peringkat 40. Ini semua menuntut adanya role model," ujarnya.
Role model pertama, yakni Kementerian KUKM, Kementerian Pertanian dan Kementerian PUPR, dan di lingkungan Universitas, yakni IPB dan satu kampus di kawasan Barat dan Timur. Selanjutnya, role model di lingkungan dunia usaha, yaitu lima kawasan industri di sekitar Jakarta. Bomer mengatakan, diperlukan dukungan seluruh komponen bangsa agar peningkatan produktivitas dan daya saing berjalan lebih cepat.
Tri Retno Isnaningsih saat menutup acara berharap seluruh masukan dari narasumber bisa menjadi dijadikan indikator dan dimasukkan dalam indeks ketenagakerjaan. Dari sembilan indikator indeks ketenagakerjaan, salah satunya produktivitas, namun belum sampai daya saing.
"Kami berharap Gerakan Nasional Peningkatan Produktivitas dan Daya Saing (GNP2DS) bisa disosialisasikan lebih masif di seluruh Indonesia. Sangat penting buat kita, untuk peningkatan daya saing dan untuk yang di daerah jangan pertemuan ini sampai di sini saja," katanya. (*)