TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri tidak memberi jawaban pasti terkait statusnya di instansi Polri. Ia tidak menjawab dengan lugas saat ditanya apakah bakal pensiun sebagai polisi atau tidak setelah resmi memimpin komisi antirasuah.
"Saya mengabdikan diri saya untuk bangsa dan negara. Bukan pada orang per orang, tapi saya mengabdi untuk rakyat, bangsa, dan negara," kata Firli sambil bergegas menuju bus yang mengantarnya pergi dari Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 20 Desember 2019.
Desakan agar Firli pensiun dini muncul dari kalangan aktivis antikorupsi. Mereka takut jika Firli masih berstatus polisi aktif bakal menimbulkan konflik kepentingan ketika KPK mengusut dugaan korupsi di Korps Bhayangkara itu.
"Langkah itu untuk tetap menjaga KPK independen," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Asfinawati, 28 November 2019.
Asfinawati menyarankan Firli bersikap seperti pimpinan KPK 2015-2019, Basaria Panjaitan, yang memilih pensiun dari kepolisian begitu ia dilantik.
Sementara itu, Komisioner Kompolnas Andrea Hinan Pulungan mengatakan Firli tak perlu pensiun dari perwira polisi aktif. Firli tetap bisa menjadi polisi aktif sekaligus menjadi Ketua KPK.
Alasannya, kata Andrea, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Pasal 28 ayat 3 yang menyebutkan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian, hanya berlaku bila anggota polisi menduduki jabatan politik.
Sementara Ketua KPK bukan jabatan politik. "Seingat saya ini bukan jabatan politik, karena prosesnya tidak serta merta, ada proses seleksi," kata dia.
Sebelum dilantik menjadi Ketua KPK, Firli menjabat sebagai Analis Kebijakan Utama Kepala Badan Pemeliharaan dan Keamanan Polri dengan pangkat Komisaris Jenderal atau bintang tiga.