TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menunjuk pakar politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, sebagai salah satu Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Syamsuddin menuturkan ia menerima tawaran Istana untuk menjadi Dewan Pengawas KPK karena ingin membantu menegakkan pemerintahan yang bersih.
"Tanpa pemerintahan yang bersih kita tidak bisa meningkatkan daya saing. Kita tidak bisa undang investor," Syamsuddin setibanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, jelang pelantikannya hari ini, Jumat, 20 Desember 2019.
Syamsuddin Haris lahir di Bima, Nusa Tenggara Barat pada 1957. Ia menikah dengan Rochmawati, peneliti bidang sosial-budaya pada Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) LIPI, dan dikaruniai dua orang puteri, Ayu Susanti Aditya dan Diah Fanny Amalia.
Di LIPI, ia menjabat sebagai peneliti senior pada Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI. Profesor Riset bidang perkembangan politik Indonesia dan doktor ilmu politik yang juga menjabat Kepala Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI.
Sepanjang proses seleksi pimpinan KPK periode 2019-2023, Syamsuddin cukup keras mengkritik. Dia pernah bilang mencium skenario penjinakan KPK dalam seleksi calon pimpinan. Dia mengatakan skenario itu terlihat dari komposisi anggota panitia seleksi calon pimpinan KPK periode 2019-2023 dan getolnya kepolisian mencalonkan diri.
"Saya khawatir dan ini penting untuk dicatat, adanya skenario penjinakan KPK," kata Haris di kantor Indonesia Corruption Watch, Jakarta, Jumat, 5 Juli 2019.
Ia juga menjadi pengkritik keras terhadap revisi UU KPK. Revisi yang akhirnya menghasilkan jabatan dewan pengawas yang kini dia duduki.
Dia pernah bilang lonceng kematian KPK baru saja dibunyikan setelah DPR mengesahkan revisi UU KPK. Ia mengatakan revisi UU KPK dilakukan oleh para oligarki demi membahagiakan para koruptor hingga loyalis Orde Baru.
"Beristrahatlah dalam damai @KPK_RI, semoga kematianmu yg dijemput paksa oleh para oligarki membahagiakan mereka, para koruptor, maling berdasi, pebisnis hitam, loyalis Orde Baru, dan saudara tuamu sendiri, yg sejak lama tdk suka kehadiran dan kinerjamu yg membanggakan Ibu Pertiwi," cuit Syamsuddin Haris melalui akun Twitternya @sy_haris. Tempo sudah diperkenankan untuk mengutip cuitan ini.