TEMPO.CO, Jakarta - Hasil sigi lembaga survei Roda Tiga Konsultan mencatat mayoritas responden menolak pemilihan presiden (pilpres) oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sebanyak 65,1 persen responden menyatakan tak setuju, sedangkan yang setuju sebanyak 10,8 persen. Persentase sisanya terbagi antara netral atau tidak menjawab/tidak tahu.
"Responden cenderung dengan sangat jelas menolak pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan oleh MPR," kata Direktur Riset RTK, Taufiq Arif, dalam Diskusi Akhir Tahun di Roda Tiga Konsultan Kafe, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Selasa, 17 Desember 2019.
Survei ini digelar pada November-Desember 2019 dengan melibatkan 1.200 orang. Metode yang digunakan ialah stratified systemic random sampling. Roda Tiga Konsultan mengklaim margin of errornya 2,89 persen.
Tren yang sama didapat pula dalam pertanyaan ihwal pemilihan gubernur dan wakil gubernur oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sebanyak 66,2 persen menyatakan tak setuju gubernur-wakil gubernur dipilih DPRD, sedangkan yang setuju sebanyak 11,2 persen.
Begitu pula dalam pertanyaan pemilihan bupati/wali kota dan wakil bupati/wakil wali kota oleh DPRD tingkat II. Sebanyak 67,1 persen tidak setuju, adapun yang setuju sebanyak 10,3 persen.
Diskusi Akhir Tahun ini dihadiri oleh politikus Partai Demokrat Andi Mallarangeng, pendiri sekaligus peneliti Network for Democrary and Election Integrity (Netgrit) Ferry Kurnia Rizkiyansyah, dan Wakil Direktur Pusat Kajian Riset dan Politik Universitas Indonesia Hurriyah.
Andi Mallarangeng mengaitkan temuan ini dengan rencana amandemen Undang-undang Dasar 1945. Merujuk banyaknya responden yang tak sepakat presiden dipilih MPR, Andi menyarankan Presiden Joko Widodo atau Jokowi menghindari kegaduhan soal amandemen ini.
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga ini mengaku heran dengan adanya partai-partai yang melontarkan isu penambahan masa jabatan presiden. Kata dia, hal ini bertentangan dengan semangat reformasi yang menginginkan pembatasan masa jabatan presiden.
"Saya menyarankan Pak Jokowi fokus menyelesaikan masalah ekonomi, jangan tergoda untuk mengurusi amandemen konstitusi yang pada dasarnya itu tidak disetujui oleh rakyat," kata Andi dalam diskusi.
Ferry Kurniawan mengatakan, temuan survei ini menegaskan bahwa masyarakat tetap menginginkan pemilihan langsung. Dia mengakui masih ada kelemahan pemilihan langsung, tetapi menurutnya bukan sistemnya yang harus diubah menjadi tidak langsung.
Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum ini mengatakan, yang harus dibenahi misalnya terkait rekrutmen dan menekan biaya tinggi. "Bahwa ada kekurangan dan dinamika pemilihan langsung, itu memang riil dan harus dibenahi. Tapi jangan sistemnya, kan ini setback," ujar Ferry.
Survei Roda Tiga Konsultan ini juga memotret pendapat responden ihwal kondisi ekonomi dan politik nasional. Hanya saja, Roda Tiga Konsultan tak membeberkan demografi pilihan politik responden di pemilihan presiden 2019, berapa banyak yang memilih Jokowi-Ma'ruf Amin dan berapa yang memilih Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.