TEMPO.CO, Jakarta-Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi yang telah ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi punya kekayaan Rp 33,4 miliar. Menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara yang ia setor ke KPK pada 7 November 2012.
Sumber kekayaan Nurhadi yang paling besar adalah dari harta bergerak, yakni Rp 11,2 miliar. Harta itu didominasi pemilikan logam mulia seharga Rp 8,6 miliar. Sisanya, barang seni antik hingga logam mulia dan harta bergerak lainnya.
Selain itu, Nurhadi juga memiliki giro dan kas senilai Rp 10,7 miliar. Nurhadi memiliki aset tanah dan bangunan Rp 7,3 miliar. Dia memiliki 2 aset tanah dan bangunan di Jakarta Selatan, 4 aset di Malang, 5 aset di Kudus, 2 aset di Mojokerto, 2 aset di Kediri, dan 1 aset di Tulungagung.
Nurhadi melaporkan empat mobil miliknya, yaitu Jaguar, Lexus, Mini Cooper, dan Toyota Camry. Bila ditotal maka harganya saat itu mencapai Rp 4 miliar.
Pada 2 November 2012, Ketua KPK Abraham Samad sempat menyindir kekayaan Sekretaris MA ini. Dia jumlah itu tak wajar, bila dilihat dari gaji. Namun, Samad tak mau menduga-duga. "Pasti tak lazim kalau dilihat dari gaji," kata dia.
Soal harta kekayaannya, Nurhadi menganggap tak ada yang aneh. Ia mengaku sudah menjadi pengusaha sarang burung walet sejak 1980-an.
Belakangan, KPK akhirnya menetapkan Nurhadi menjadi tersangka penerima suap dan gratifikasi. Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lainnya, Rezky Herbiyono serta Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto. Rezky Herbiyono adalah menantu Nurhadi.
Nurhadi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengaturan perkara di Mahkamah Agung pada 2016. KPK menduga dia menerima suap dan gratifikasi sebanyak Rp 46 miliar.
Kasus ini hasil pengembangan operasi tangkap tangan pada 20 April 2016 dengan nilai awal Rp 50 juta yang diserahkan oleh Doddy Ariyanto Supeno kepada Edy Nasution.
Kasus ini juga menjerat Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro, yang sempat melarikan diri ke luar negeri. Setelah ditetapkan masuk daftar pencarian orang, Eddy menyerahkan diri ke KPK pada 12 Oktobwr 2019.