TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengkritik Presiden Jokowi karena kembali membawa Wiranto ke lingkaran pemerintahan. Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan itu baru saja didapuk menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Presiden atau Wantimpres.
Peneliti KontraS Rivanlee Anandar menilai penunjukan Wiranto bisa berpengaruh buruk bagi kebijakan publik yang akan dikeluarkan pemerintah.
Dia menyinggung pendekatan kekerasan yang digunakan Wiranto dalam menangani konflik Papua saat dia menjabat Menkopolhukam.
"Sangat riskan bagi kebijakan publik yang akan keluar ke depan," katanya kepada Tempo hari ini, Sabtu, 14 Desember 2019.
Merujuk undang-undang, menurut Rivanlee, Wantimpres memiliki tugas memberikan pertimbangan alias membisiki presiden soal kebijakan-kebijakan yang akan diambil atau hal tertentu.
Dalam catatan KontraS, ada pula catatan buruk Wantimpres di periode pertama pemerintahan Jokowi, yakni Agum Gumelar. Purnawirawan Jenderal TNI itu pernah mengeluarkan pernyataan yang menyudutkan lawan Jokowi di pemilihan presiden 2019, Prabowo Subianto.
Prabowo kini telah menjadi Menteri Pertahanan di kabinet Jokowi jilid 2.
Baik Prabowo maupun Wiranto adalah terduga pelaku pelanggar HAM berat masa lalu, salah satunya dalam penculikan dan penghilangan aktivis 1997-1998.
Rivanlee berpendapat memang tidak ada komitmen dari negara untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Karena dia (Wiranto dan Prabowo) terduga pelaku pelanggar tapi tidak pernah diadili malah ditempatkan di pos yang cukup penting saat ini," ucapnya.