TEMPO.CO, Jakarta-Komisioner Komisi Perlindungan Anak, Retno Listyarti, menilai penggantian ujian nasional (UN) dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter akan sulit diterapkan. "Tujuannya bagus, namun akan sangat sulit diterapkan," kata Retno kepada Tempo, Kamis, 12 Desember 2019.
Menurut Retno sistem yang mengedepankan kemampuan literasi dan nalar itu sulit diterapkan karena cara mengajar para guru Indonesia pada 25 tahun terakhir ini mengedepankan hafalan. Bukan nalar dan budaya baca.
Selain itu, Retno melihat mayoritas guru di Indonesia tidak memiliki budaya baca dan tulis. Padahal, guru merupakan ujung tombak perubahan. Guru yang berkualitas akan menghasilkan siswa yang berkualitas. "Kalau para guru dan siswa berkualitas, maka sekolah itu pasti berkualitas," ujarnya.
Menurut KPAI Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim perlu membenahi guru dan membangun kapasitas guru dengan tepat.
Nadiem sebelumnya mengatakan penyelenggaraan UN 2021 akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan berkarakter.
Ujian ini bakal dilakukan oleh siswa yang berada di tengah jenjang sekolah, yakni kelas 4, 8, dan 11. Pemerintah berharap hal ini bisa mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Hasil ujian ini tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.
FRISKI RIANA