Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Haedar Nashir Wanti-wanti Radikalisme Tak Dilihat secara Dangkal

image-gnews
Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir. ANTARA FOTO
Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir. ANTARA FOTO
Iklan

TEMPO. CO, Yogyakarta-Isu radikalisme tengah mendapatkan perhatian lebih oleh pemerintah saat ini.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir pun merunut sejarah gerakan radikalisme itu saat pengukuhann dirinya sebagai guru besar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada Kamis 12 Desember 2019.

Melalui tema Moderasi Indonesia dan Keindonesiaan dengan Perspektif Sosiologi, Haedar merunut bagaimana paham radikal— dengan kondisi kehidupan Indonesia yang semakin liberal dalam politik, ekonomi, dan budaya setelah dua dasawarsa era reformasi.

Haedar merujuk pada konsep dan istilah awal radikal yang pertama kali diperkenalkan oleh Charles James Fox tahun 1797 yang mendeklarasikan reformasi radikal dalam sistem pemilihan dan politik parlemen Inggris.

"Liberalisasi kehidupan kebangsaan setelah reformasi itu sesungguhnya radikal yang berada di balik Neoliberalisme dan Neokapitalisme yang mengancam Indonesia dan bertentangan dengan eksistensi NKRI yang diproklamasikan dan merdeka tahun 1945," ujarnya.

Haedar mengatakan setelah empat kali amandemen UUD 1945 banyak aspek mendasar mengalami perubahan yang esktrem seperti keberadaan MPR yang tidak lagi menjadi Lembaga Tertinggi Negara, pasal-pasal tentang hak asasi manusia yang sangat liberal.

Demokratisasi pasal 33 yang mengandung unsur masuknya kepentingan kapitalisme, hilangnya kata Indonesia aseli dalam persyaratan menjadi Presiden, otonomi daerah yang menyerupai federasi, dan hal-hal lain yang memunculkan reaksi balik untuk kembali ke UUD 1945 yang aseli dan respons kontroversi lainnya.

Demikian pula dengan praktik hegemoni penguasaan negara dan kekayaan alam Indonesia oleh segelintir pihak yang berselingkuh dengan politik oligarki yang sangat merugikan hajat hidup rakyat serta masa depan Indonesia.

"Persoalan kebangsaan yang demikian juga tidak terbebas dari tarikan radikalisme dan ekstremisme dalam ranah keindonesiaan yang kompleks," ujarnya.

Karenanya, ujar Haedar, masalah radikalisme sebagaimana pada banyak masalah krusial di Indonesia mutakhir meniscayakan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh agar tidak terjebak pada kedangkalan cara pandang dan langkah yang diambil dalam mengatasinya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurutnya, pemahaman terhadap radikalisme dan persoalan-persoalan keindonesiaan meniscayakan pendekatan dan pemikiran yang komprehensif dan mendalam, antara lain melalui perspektif sosiologi.

"Dalam memahami radikalisme dalam konteks Indonesia dan keindonesiaan perlu pembacaan dan analisis yang multiperspektif serta sangat tidak memadai bila dicandra hanya dengan pandangan yang linier dan positivistik," katanya.

Haedar menyebut kajian-kajian berdasar survei yang marak di Indonesia pasca reformasi seputar politik, keragaman atau pluralisme, radikalisme, terorisme, dan persoalan atau isu lainnya yang sering disebut sebagai masalah Indonesia tentu membantu memahami keindonesiaan dan bermanfaat untuk banyak kepentingan membangun Indonesia.

Namun, ia mengingatkan, pentingnya memberi catatan kritis atas kajian survei tersebut lebih lebih dikonstruksi secara dangkal, linier, dan parsial karena tidak akan memadai dalam membaca dan menjelaskan Indonsia dengan keindonesiaannya yang kompleks.

Haedar khawatir bersamaan dengan hasil-hasil survei yang terbatas itu jika dipahami secara mutlak dan tunggal maka akan melahirkan bias pemahaman tentang Indonesia dan keindonesiaan di era mutakhir, yang kemudian dapat membangun cara pandang yang melahirkan kebijakan yang tidak tepat seperti dalam menghadapi masalah radikalisme akhir-akhir ini.

"Karenanya dapat dipahami adanya kontroversi tentang konsep radikalisme yang menjadi wacana publik di Indonesia terakhir karena masih membawa muatan pandangan dan pelekatan yang ambigu, dengan kecenderungan mengaitkan radikalisme pada sebatas radikalisme agama atau lebih khusus lagi radikalisme Islam," ujarnya.

Kontroversi itu, ujar Haedar, tentu bukan pada persoalan setuju dan tidak setuju dalam menghadapi radikalisme tetapi lebih pada perdebatan tentang konsep, pemikiran, sasaran atau objek, cakupan, strategi atau cara, serta kebijakan tentang radikalisme di Indonesia.

"Tetapi lebih pada bagaimana masalah radikalisme dikaji dan dikonstruksi secara menyeluruh dengan sudut pandang yang mendalam dan multi-perspektif, yang dapat didialogkan dalam kehidupan kebangsaan yang menjujung tinggi tradisi musyawarah sebagaimana spirit sila keempat Pancasila," ujarnya.

PRIBADI WICAKSONO

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

BINUS University Kukuhkan Prof. Ngatindriatun Sebagai Guru Besar, Gagas Smart Farming 5.0

5 hari lalu

BINUS University Kukuhkan Prof. Ngatindriatun Sebagai Guru Besar, Gagas Smart Farming 5.0

Kegiatan tridharma perguruan tinggi dalam ketahanan pangan khususnya pengembangan Smart Farming 5.0 harus menyatukan keilmuan multidisipliner klaster ekonomi, pertanian dan teknik.


Tersangka Penyerang Gereja Sydney Tidak Menunjukkan Tanda-tanda Radikalisme

6 hari lalu

Polisi berjaga di luar Gereja Assyrian Christ The Good Shepherd setelah serangan  yang terjadi saat kebaktian malam sebelumnya, di Wakely di Sydney, Australia, 16 April 2024. REUTERS/Jaimi Joy
Tersangka Penyerang Gereja Sydney Tidak Menunjukkan Tanda-tanda Radikalisme

Ayah remaja yang ditangkap karena menikam seorang uskup di Sydney tidak melihat tanda-tanda radikalisme pada putranya.


Muhammadiyah Beberkan Alasan Tetapkan Idulfitri Lebih Awal

15 hari lalu

Ketum Muhammadiyah Haedar Nashir saat diwawancarai tempo di Pesatren Diniyah Puteri Padang Panjang. TEMPO/Fachri Hamzah
Muhammadiyah Beberkan Alasan Tetapkan Idulfitri Lebih Awal

Menurut Haedar, maklumat yang disampaikan Muhammadiyah lebih awal tak bermaksud mendahului pihak tertentu dalam penentuan Idulfitri.


Beda Sikap PBNU dan Muhammadiyah Soal Jemaah Aolia yang Rayakan Idulfitri Duluan

15 hari lalu

Umat muslim jamaah Masjid Aolia bersiap untuk melaksanakan ibadah Salat Idul Fitri di Giriharjo, Panggang, Gunung Kidul, D.I Yogyakarta, Jumat, 5 April 2024. Jamaah Masjid Aolia menetapkan jatuhnya 1 Syawal 1445 H pada Jumat (5/4/2024) didasari petunjuk dari pimpinan jamaah Masjid Aolia, KH Raden Ibnu Hajar Sholeh atau yang biasa dikenal dengan nama Mbah Benu. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko
Beda Sikap PBNU dan Muhammadiyah Soal Jemaah Aolia yang Rayakan Idulfitri Duluan

Reaksi PBNU dan Muhammadiyah tentang video pernyataan imam masjid Aolia yang menetapkan Idulfitri setelah ia 'menelepon' Allah SWT.


Muhammadiyah Lebaran 10 April, Daftar Lokasi Salat Idul Fitri yang Dihadiri Jajaran Pimpinan Pusat

15 hari lalu

Umat Islam melaksanakan Salat Idul Fitri 1444 H di halaman Auditorium Universitas Cendrawasih, Kota Jayapura, Papua, Jumat 21 April 2023 Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1444 Hijriah jatuh pada Jumat (21/4). ANTARA FOTO/Sakti Karuru
Muhammadiyah Lebaran 10 April, Daftar Lokasi Salat Idul Fitri yang Dihadiri Jajaran Pimpinan Pusat

Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengumumkan Idul Fitri 1 Syawal 1445 H jatuh pada Rabu, 10 April 2024


Soal Perkara Sengketa Pilpres, Begini Harapan Muhammadiyah kepada Hakim MK

16 hari lalu

Delapan hakim Mahkamah Konstitusi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum untuk Pemilihan Presiden 2024 atau PHPU Pilpres di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Senin, 1 April 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Soal Perkara Sengketa Pilpres, Begini Harapan Muhammadiyah kepada Hakim MK

Muhammadiyah menyerahkan seluruh sengketa Pemilu 2024 tuntas di MK, tidak di tempat lain.


PBNU dan PP Muhammadiyah Tanggapi Hasil Rekapitulasi KPU Tetapkan Prabrowo-Gibran Menang Pilpres 2024

30 hari lalu

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Ketua Umum PBNU Gus Yahya berjabat tangan usai menggelar pertemuan di Kantor PBNU Jakarta, Kamis 25 Mei 2023. TEMPO/Mirza Bagaskara
PBNU dan PP Muhammadiyah Tanggapi Hasil Rekapitulasi KPU Tetapkan Prabrowo-Gibran Menang Pilpres 2024

KPU menetapkan Prabowo-Gibran menang Pilpres 2024. Begini tanggapan PBNU dan PP Muhammadiyah, dua ormas terbesar di Indonesia.


Sikap PBNU dan Muhammadiyah atas Penetapan Hasil Pemilu 2024

31 hari lalu

Sikap PBNU dan Muhammadiyah atas Penetapan Hasil Pemilu 2024

PBNU mengajak semua pihak bersatu lagi dan Muhammadiyah mengajak masyarakat legawa menerima hasil Pemilu 2024.


Guru Besar FKUI Rekomendasikan Strategi Memberantas Skabies

46 hari lalu

Gedung Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan IMERI-FKUI. Kredit: FKUI
Guru Besar FKUI Rekomendasikan Strategi Memberantas Skabies

Dalam pengukuhan Guru Besar FKUI, Sandra Widaty mendorong strategi memberantas skabies. Penyakit menular yang terabaikan karena dianggap lazim.


Universitas Muhammadiyah Surabaya Kukuhkan Didin Fatihudin sebagai Guru Besar Kesembilan

18 Februari 2024

Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya Dr dr Sukadiono MM (kanan) saat mengukuhkan Prof Dr Didin Fatihudin SE MSi sebagai guru besar Bidang Ekonomi Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) di kampus setempat, Sabtu, 17 Februari 2024. (ANTARA/Humas UM Surabaya)
Universitas Muhammadiyah Surabaya Kukuhkan Didin Fatihudin sebagai Guru Besar Kesembilan

Universitas Muhammadiyah Surabaya mengukuhkan Prof Dr Didin Fatihudin SE M Si sebagai guru besar Bidang Ekonomi Manajemen Keuangan dan bisnis.