TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan selama ini pemerintah sudah serius menegakkan aturan hukuman mati bagi koruptor. Namun dalam penerapannya, hukuman terberat ini tak pernah terlihat karena hakim tak mau menetapkan.
"Kadang kala hakimnya malah mutus bebas, kadangkala hukumannya ringan sekali. Kadang kala sudah ringan dipotong lagi. Ya sudah, itu urusan pengadilan. Di luar urusan pemerintah," ujar Mahfud saat ditemui di kantornya, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa, 10 Desember 2019.
Pemerintah, kata Mahfud, sebenarnya sudah berkomitmen terhadap hukuman mati terhadap koruptor ini. Hal ini tertuang di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 2 ayat 1, ayat 2, dan penjelasan pasal 2 ayat 2.
Dalam aturan itu, hukuman mati bagi koruptor diberikan terhadap pelaku korupsi yang melakukan aksinya berulang dan terhadap koruptor saat terjadi bencana. Meski baru menjabat sebagai Menkopolhukam, Mahfud sendiri menegaskan telah menyepakati hukuman ini sejak lama.
"Makanya (hukuman mati koruptor itu) sudah masuk di undang-undang, artinya pemerintah serius. Itu sudah ada di Undang-Undang. Tapi kan itu urusan hakim," kata Mahfud.
Isu hukuman mati terhadap koruptor kembali muncul setelah dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di SMKN 57, Presiden Joko Widodo melontarkan wacana ini. Ia menyebut pemerintah bersedia mengusulkan revisi Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi agar koruptor bisa dihukum mati. Namun hal ini bakal pemerintah lakukan jika masyarakat luas menginginkannya.