TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan jumlah koruptor di Indonesia tetap banyak bukan karena lembaganya gagal bekerja selama 16 tahun ini. Ia menilai hal itu akibat dari sikap masyarakat yang mulai berani lapor.
"Sebetulnya bukan korupsi yang tetap banyak, tapi kami semakin efektif bekerja dan makin banyak masyarakat yang berani melapor. Maka makin banyak pula pelaku yang kami tangkap," kata Alex saat mengisi mini seminar dalam rangka peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia di Kampus PKN STAN, Bintaro, Tangerang Selatan, Ahad, 8 Desember 2019.
Alex menjelaskan sepanjang 2018, pihaknya melakukan operasi tangkap tangan terhadap 22 kepala daerah. Ia meyakini masih banyak kepala daerah yang korup namun tak tersentuh KPK karena keterbatasan sumber daya manusia. Ia berujar jika pegawai KPK lebih banyak maka semakin banyak pula kepala daerah yang ditangkap. "Tapi bukan korupsinya yang meningkat, melainkan upaya KPK lebih efektif," ujar dia.
Ia menuturkan prestasi pemberantasan korupsi terlihat dari meningkatnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia. "Contoh pada 1998 IPK kita di sekitar angka 20, lalu 2018 IPK kita di angka 38. Artinya ada peningkatan," kata Alex.
Contoh lainnya, kata Alex, masyarakat kini puas dengan kinerja dan pelayanan Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan. Padahal sebelum ada reformasi birokrasi, praktek suap di lembaga tersebut menjadi rahasia umum.
"Dulu masyarakat menilai wajar kalau orang Ditjen Pajak kaya-kaya. Tapi survei terakhir dari Universitas Indonesia masyarakat puas pelayanan di sana. Sudah jarang ditemukan oknum-oknum, bahkan mereka sekarang diberikan ucapan terima kasih pun menolak," ucap Alex.
Meski begitu, menurut Alex, pekerjaan rumah Indonesia dalam pemberantasan korupsi masih banyak. Terlebih target pemerintah pada 2045 IPK Indonesia bisa di angka 60. "Tentu ini butuh kerja keras bersama. Gak bisa hanya mengandalkan KPK saja," tuturnya.