TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang mengaku sempat gamang ketika ingin menjadi penggugat uji materi Undang-Undang KPK (UU KPK) ke Mahkamah Konstitusi. Namun, akhirnya ia dan dua pimpinan KPK lainnya, Agus Rahardjo dan Laode M. Syarif memutuskan ikut menjadi penggugat lantaran punya hak sebagai warga negara.
"Lho saya kan warga negara Indonesia, ada orang lain berjuang untuk KPK saya sebagai pribadi bisa dan boleh enggak ya? Ya boleh, kenapa enggak. Bukan sebagai pimpinan, sebagai pribadi saya boleh, nah makanya oke kalau gitu kita ikut di dalamnya," kata Saut kepada Tempo di kantornya, Jakarta, 22 November 2019.
Saut menuturkan ada dua sampai tiga kali pertemuan dengan masyarakat sipil untuk membahas gugatan tersebut. Diskusi dalam pertemuan itu membuatnya sadar bahwa ia punya hak untuk mengajukan uji materi. Karena itu, akhirnya Saut dan dua pimpinan lainnya ikut sebagai penggugat UU KPK. Saut dan dua pimpinan lainnya bahkan ikut mendaftarkan gugatan tersebut pada 20 November 2019.
Tiga pimpinan KPK menjadi penggugat bersama dengan 10 tokoh lainnya, semisal mantan komisioner KPK Erry Riyana dan M. Jasin. Dalam gugatannya, mereka mempersoalkan cacat prosedur dalam pembentukan UU KPK baru. Mereka menganggap pembahasan UU itu tak sesuai prosedur lantaran tak masuk Program Legislasi Nasional Prioritas, tidak melibatkan KPK dan disahkan dalam rapat paripurna yang tidak kuorum.
"Ya mulai dari bagaimana sebenarnya Prolegnas di dalamnya, naskah akademik di dalamnya dan seterusnya," kata dia.
Kendati mengajukan gugatan UU KPK, Saut masih berharap Presiden Joko Widodo akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu KPK. Ia menilai penerbitan Perpu dapat menyelamatkan KPK dari UU yang melemahkan.