TEMPO.CO, Medan - Putusan hakim Pengadilan Negeri Medan yang memvonis tujuh bulan penjara dan denda Rp5 juta kepada terdakwa Dewi Budiati disesalkan oleh M. Rezky, penasehat hukum terdakwa. Rezky menganggap sesuai fakta-fakta yang mereka hadirkan di persidangan, terdakwa harusnya bebas.
"Kita menyesalkan putusan itu, kita akan diskusi dulu," kata dia, Rabu, 4 Desember 2019.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Medan yang diketuai Sri Wahyuni menjatuhkan vonis tujuh bulan penjara dan denda Rp5 juta kepada terdakwa Dewi Budiati. Apabila perempuan berumur 54 tahun ini tidak mampu membayar dendanya, maka hukumannya ditambah tiga bulan kurungan.
Dewi yang dikenal sebagai sosialita-nya Kota Medan, menurut hakim, telah mencemarkan nama baik Politikus PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat dan menyebarkan fitnah lewat media elektronik. Warga Jalan Karya Sembada, Kelurahan Padangbulan, Kecamatan Medanselayang ini dinilai telah melanggar Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
"Hal yang memberatkan, terdakwa merasa tidak bersalah. Sedangkan yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum," kata hakim ketua saat menyidangkan perkara ini di ruang Cakra 9 PN Medan.
Vonis hakim lebih rendah sebab sebelumnya jaksa menuntut terdakwa dengan 10 bulan penjara, denda Rp5 juta subsider enam bulan kurungan.
Jaksa Penuntut Umum Haslinda Hasan menanggapi vonis tersebut dengan pikir-pikir. Di luar persidangan, Haslinda mengatakan, dirinya belum bisa melakukan penahan terhadap terdakwa karena masih ada waktu satu minggu untuk berfikir menentukan upaya hukum apa yang akan ditempuh.
"Kalau terdakwa banding, kita gak bisa tahan. Kalau terima, langsung kita eksekusi," katanya sambil berlalu.
Djarot yang hadir pada persidangan sebelumnya mengatakan, dirinya membawa perkara ini ke pengadilan untuk menegakkan kebenaran, bukan untuk menjatuhkan orang per orang.
"Ini sebagai pembelajaran kita. Dalam sistem demokrasi selalu ada ruang untuk toleransi, jangan menghalalkan segala macam cara untuk menang dengan menebarkan fitnah. Ini yang harus kita lawan! Lawan berita-berita fitnah dan bohong," kata Djarot.
Perkara bermula dari status akun Facebook Legros Aliyah yang menuding Djarot telah menyuap beberapa kepala desa di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Dalam unggahan bertanggal 6 Juni 2018 pukul 19.35 WIB, tertulis barang bukti tudingan adalah sobekan kertas pengikat uang dengan nominal Rp10 juta yang tercecer di lantai.
Pada 7 Juni sekira pukul 03.36 WIB, terdakwa mengunggah status dengan kalimat serupa. Selang satu jam kemudian, terdakwa kembali membuat status di media sosialnya dengan tambahan tulisan: '"Berita Djarot dan Kades Asahan bukan hoak, kejadiannya pada 5 Juni pukul 21.00 WIB di kantor Apdesi Asahan".
Berdasarkan keterangan Djarot, sejumlah saksi dan saksi ahli, jaksa mendakwa Dewi telah membagikan postingan orang lain yang berisi berita bohong dan penghinaan yang mencemarkan nama baik. Tujuan terdakwa melakukan perbuatannya agar Djarot yang saat itu mencalonkan diri menjadi gubernur Sumatera Utara dipandang kotor dan tidak dipercayai masyarakat.
Dewi didakwa melanggar Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.