TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyebut usulan masa jabatan presiden tiga periode pada amendemen UUD 1945 mengundang polemik.
"Saya kira berlebihanlah menurut saya. Itu mengundang polemik baru dan justru dulu dibatasi itu kan supaya tidak kebablasan," kata Ma'ruf di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu, 4 Desember 2019.
Ma'ruf mengatakan, pembahasan amendemen UUD 1945 semestinya fokus pada wacana garis-garis besar haluan negara (GBHN). Tidak usah melebar ke mana-mana. Sehingga, Ma'ruf pun setuju amendemen dilakukan secara terbatas. "GBHN saja, namanya juga terbatas. Kalau tambah-tambah namanya tidak terbatas."
Penambahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode sebelumnya disebut-sebut merupakan usulan Partai NasDem. Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengatakan usulan tiga periode itu memiliki argumentasi agar program-program pembangunan, terutama pembangunan fisik dan infrastruktur yang dilaksanakan pemerintahan Jokowi sebagai presiden bisa dituntaskan, apalagi ada agenda besar.
Sejumlah fraksi menolak usulan tersebut. Salah satunya dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, Nasir Djamil, mengatakan Fraksi PKS menolak wacana masa jabatan presiden tiga periode dan presiden dipilih oleh MPR dalam amendemen UUD 1945.
Alasan menolak masa jabatan presiden 3 periode, kata Nasir, karena kekuasaan harus diawasi dan dibatasi sesuai alam demokrasi. Adapun alasan menolak pemilihan presiden dikembalikan ke MPR karena akan merusak sistem presidensial.