TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung belum menerima secara resmi salinan putusan dari Mahkamah Agung ihwal pengabulan permohonan kasasi yang diajukan oleh mantan Direktur Keuangan PT Pertamina Frederick ST Siahaan.
MA memutus bebas Frederick setelah sebelumnya dia divonis bersalah dan dihukum pidana 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan. "Kami belum tahu secara resmi, apakah betul bebas murni atau bebas tidak murni. Untuk memastikan nanti kami lihat putusan asli MA," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Mukri, saat dihubungi, pada Selasa, 3 Desember 2019.
Sebagai informasi, Frederick merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi terkait investasi dalam Participating Interest (PI) atas Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.
Mukri pun menyayangkan langkah MA tersebut yang membebaskan Frederick. "Ini merupakan fenomena yang kurang bagus, karena dari beberapa putusan pengadilan negeri dan tinggi selalu kandas di MA," ujar dia.
MA mengabulkan permohonan kasasi Terdakwa dan membatalkan putusan Pengadilan Tipikor pada PT. DKI Jakarta Nomor 24/Pid-Sus-TPK /2019/PT.DKI yang menguatkan putusan Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat.
"Putusan melepaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum. Kemudian menolak permohonan kasasi penuntut umum. MA menyatakan bahwa meski Terdakwa terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan penuntut umum, tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana," kata Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro, melalui pesan teks, pada Selasa, 3 Desember 2019.
Menurut Andi, pertimbangan hukum majelis hakim antara lain, Frederick menandatangani Sale Purchase Agreement (SPA) sebagai penjamin berdasarkan mandat dari Karen Agustiawan sebagai Direktur Utama PT Pertamina saat itu.
"Sehingga tanggung jawab tetap ada pada pemberi mandat (Karen). Lagi pula penandatanganan Terdakwa sebagai penjamin tersebut merupakan perintah jabatan sesuai Pasal 51 Ayat (1) KUHP sehingga Terdakwa tidak dapat dipersalahkan," kata Andi.