TEMPO.CO, Jakarta - Insiden pemblokiran internet oleh pemerintah saat kerusuhan Papua dan Papua Barat pada Agustus 2019 segera disidangkan. Persidangan segera digelar setelah majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara menyatakan gugatan yang dilayangkan oleh Tim Pembela Kebebasan Pers adalah kewenangan PTUN.
"PTUN dalam proses pemeriksaan persiapan administrasi (dismissal process) hari ini, menyatakan gugatan Tim adalah kewenangan pengadilan TUN, sehingga hakim bisa menyidangkan perkaranya," kata Direktur LBH Pers Ade Wahyudin dalam keterangan pers, Senin, 2 Desember 2019.
Pemerintah memblokir layanan internet di Papua setelah terjadi kerusuhan yang disebabkan oleh insiden pengepungan asarama Mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 Agustus 2019. Akibat insiden itu, masyarakat Papua dan Papua Barat berunjuk rasa yang beberapa kali berujung rusuh. Karena hal itu, pemerintah memblokir internet di Papua dan baru membukanya pada awal September.
Tim advokasi terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan SAFEnet sebagai penggugat. Serta LBH Pers, YLBHI, Kontras, Elsam dan ICJR sebagai kuasa hukum.
Ade menganggap tindakan pemerintah memutus akses internet di Papua dan Papua Barat tidak berdasar hukum dan melanggar hukum. Tindakan tersebut, kata dia, merugikan kebebasan pers, kebebasan berekspresi secara keseluruhan.
Ade menuturkan langkah pemblokiran internet sama seperti pemerintah telah mengambil hak masyarakat untuk mengetahui informasi. "Sebaiknya, jika kebijakan pemutusan internet itu perlu diambil, pemerintah mesti menyiapkan dasar hukum yang lebih kuat dari sekedar rilis pers," kata Ade.