TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Bachtiar Nasir meminta pemerintah tak terlalu menilai buruk adanya frasa dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Front Pembela Islam (FPI). Ia menegaskan hal ini tak bisa dijadikan dasar untuk menyebut FPI sebagai organisasi radikal.
"Kalau menurut saya, tuduhan terhadap FPI itu tidak proporsional tentang adanya khilafah. Khilafah versi FPI tentu berbeda. Termasuk NKRI Syariah yang disalahpahami," kata Bachtiar saat ditemui di aksi reuni 212, di Monas, Jakarta Pusat, Senin, 2 Desember 2019.
Karena itu, ia pun mengusulkan agar pemerintah mau membuka dialog dengan FPI terkait hal ini. FPI ia yakini dapat menjelaskan secara jelas maksud adanya khilafah dalam AD/ART mereka, dan maksud dari NKRI bersyariah.
"Saya kira tak akan ditemukan apa yang akan ditemukan apa yang dituduhkan. Sebab komitmen FPI terhadap NKRI dan Pancasila sudah jelas," kata Bachtiar.
Bachtiar menilai keresahan yang tak perlu dari pemerintah ini pula yang membuat mereka belum kunjung mengeluarkan perpanjangan izin berorganisasi bagi FPI. Saat ini, pemerintah menyatakan masih meninjau berbagai persyaratan yang diajukan FPI untuk memperpanjang izin mereka.
"Itu juga barangkali bentuk kesalahpahaman," kata Bachtiar.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan sejauh ini, FPI sudah mengajukan beberapa persyaratan yang diminta pemerintah. Namun pemerintah masih ingin meninjau ulang aturan-aturan hukum yang sifatnya prosedural, administratif, dan substantif.
Eks Ketua Mahkamah Konstitusi itu pun berjanji proses pertimbangan kepada FPI ini tak akan berjalan panjang. "Tentu itu waktunya tidak akan lama-lama betul itu," kata Mahfud.