TEMPO.CO, Bandung - Sebanyak 518.516 orang dengan HIV AIDS (ODHA) di Indonesia belum mendapat layanan pengobatan antiretroviral (ARV). Organisasi pendamping ODHA dan konsumen narkoba di Bandung, Rumah Cemara menyebutkan ada beberapa persoalan lain mengenai obat ARV seperti harga yang mahal dan ketersediaannya untuk anak-anak.
Kementerian Kesehatan RI pada 2016 memperkirakan 640.443 orang hidup dengan HIV-AIDS di Indonesia. Sedangkan hanya 19 persen atau 121.927 orang dengan HIV-AIDS (ODHA) yang memperoleh pengobatan antiretroviral (ARV). "Ini kenyataan getir," kata Direktur Rumah Cemara Aditia Taslim di sela peringatan hari AIDS, Ahad, 1 Desember 2019.
Pasien HIV perlu meminum obat ARV setiap hari. Tujuannya untuk membantu pengendalian dan memperlambat efek virus dalam tubuh. Rumah Cemara menuntut pemerintah menurunkan harga obat ARV yang dijual karena lebih mahal 2,5 kali lipat dari harga pasar. "Penurunan harga obat dapat mendorong jumlah ODHA yang mendapatkan pengobatan ARV tanpa harus menambah beban biaya yang dikeluarkan oleh negara," kata Aditia.
Rumah Cemara juga meminta pemerintah segera mendaftarkan obat ARV terbaru sesuai rekomendasi WHO. Salah satunya yaitu Dolutegravir (DTG), yang selain berharga lebih murah, efektivitasnya tinggi untuk menekan jumlah virus HIV dengan waktu yang lebih cepat. "Efek sampingnya ringan, dosis sekali sehari."
Pemerintah juga diminta menyediakan obat ARV untuk anak. Saat ini anak-anak yang hidup dengan HIV di Indonesia tidak memiliki akses terhadap obat ARV khusus anak. Penggunaan obat dewasa yang dosisnya disesuaikan memiliki risiko ketidakakuratan dosis serta kesulitan dalam pemberian obat.
Dampaknya bisa membuat anak resisten terhadap obat ARV.
Baca Juga:
Pada 2016, seluruh negara anggota PBB menyepakati komitmen global, The 2016 Political Declaration on Ending AIDS. Seluruh negara berkomitmen mengakhiri epidemi AIDS pada 2030. Salah satu target komitmen itu adalah pencapaian 90-90-90 pada 2020, yaitu, 90 persen ODHA tahu mereka mengidap HIV, 90 persen ODHA mendapatkan pengobatan ARV, dan 90 persen ODHA yang melakukan terapi ARV jumlah virus dalam tubuhnya tidak terdeteksi.
Target pencapaian Indonesia sekarang baru 57-19-1. Sedangkan Program Gabungan PBB untuk HIV-AIDS (UNAIDS) melaporkan, di Indonesia terdapat 46 ribu infeksi HIV baru pada 2018 atau terbesar ketiga se-wilayah Asia Pasifik. Angka kematian akibat AIDS di Indonesia pada 2018 meningkat 58 persen dari 2010, yakni dari 24 ribu menjadi 38 ribu kasus.