Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Tim Advokasi: Ada Dugaan Kejanggalan Proses Hukum Aktivis Papua

image-gnews
Massa Komite Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme dan Militerisme melakukan long march dari Markas Besar TNI menuju Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2019. Dalam aksinya, beberapa dari mereka mengecat bagian tubuhnya dengan motif bendera Bintang Kejora. TEMPO/Subekti
Massa Komite Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme dan Militerisme melakukan long march dari Markas Besar TNI menuju Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2019. Dalam aksinya, beberapa dari mereka mengecat bagian tubuhnya dengan motif bendera Bintang Kejora. TEMPO/Subekti
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Tim Advokasi Papua menemukan dugaan kejanggalan dalam proses hukum terhadap enam orang aktivis yang ditangkap oleh polisi.

"Dalam hal penggeledahan, penangkapan, tidak sesuai dengan proses KUHAP," kata salah satu anggota tim, Michael Himan, saat dihubungi Tempo, pada Rabu, 27 November 2019.

Sejak 16 Agustus 2019, tepatnya setelah peristiwa pengepungan asrama Papua di Surabaya, kepolisian meringkus sejumlah orang yang kedapatan membawa bendera bintang kejora, simbol pergerakan Papua merdeka. Mereka ditangkap di wilayah yang berbeda. 

Di Jakarta , ada enam orang yang sedang menjalani proses hukum. Mereka adalah Surya Anta, Charles Kossay, Dano Tabuni, Isay Wenda, Ambrosius Mulait dan Arina Elopere. Mereka ditangkap setelah mengibarkan bendera Bintang Kejora saat aksi unjuk rasa di depan Istana Negara pada Agustus 2019 lalu.

Anggota tim lainnya, Tigor Hutapea, mengatakan salah satu dugaan pelanggaran prosedur yang dilakukan polisi adalah ketika menangkap keenam orang itu. Ia mengatakan keenam kliennya itu sedang berada di asrama Lani Jaya Depok Pada 30 Agustus 2019. Kemudian, sekitar pukul 19.30 WIB, datang kurang lebih 50 orang polisi berpakaian preman yang memaksa masuk asrama.

Puluhan polisi itu, kata Tigor, diduga tak menggunakan dan memperlihatkan tanda pengenal. Mereka ditengarai masuk dengan cara kekerasan sambil membawa senjata laras pendek. "Mereka menodongkan pistol dan mencekik leher Andius, Akim, Aseir, Michael dan Etias," ujar Tigor ketika dihubungi Ahad, 1 Desember 2019.

Ia juga mengatakan puluhan anggota polisi tersebut tak memberikan surat penangkapan seperti yang seharusnya dilakukan. Mereka hanya membacakan dan langsung melakukan penangkapan. "Itu saja sudah melanggar. Secara prosedur, mereka berhak diberikan surat penangkapan," kata Tigor.

Sementara untuk proses penggeledahan, kata Tigor, para anggota kepolisian juga diduga tak memperlihatkan surat izin penggeledahan. Padahal, seharusnya sebelum menggeledah, anggota polisi harus memperlihatkan surat izin penggeledahan yang sudah disetujui oleh ketua pengadilan.

"Tidak ada surat izin, tidak melibatkan RT dan RW. Bahkan, ada proses kekerasan dan intimidasi. Klien saya mendapat ujaran rasis. Hp mereka diperiksa tanpa izin," ucap Tigor.

Tigor menjelaskan, tindakan penggeledahan dan perampasan barang yang dilakukan bertentangan dengan Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (3), dan Pasal 33 ayat (4) KUHAP. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut Tigor, penetapan tersangka Surya Anta dan lima rekannya juga ditengarai tanpa ada pemeriksaan saksi dan gelar perkara. Ia mengatakan, berdasarkan aturan ihwal manajemen penyidikan, seharusnya ada proses pemanggilan terhadap terlapor, pemeriksaan saksi, dan gelar perkara, serta dua alat bukti yang cukup dan sah, sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka.

"Tapi ini tidak. Kurang dari 24 jam sudah jadi tersangka. Pihak keluarga Ambrosius Mulait pun hingga sekarang tidak mendapatkan surat pemberitahuan penangkapan dan penahanan," kata Tigor.

Berangkat dari kejanggalan ini, Michael beserta tim mengajukan sidang praperadilan dengan tergugat Kepolisian Daerah Metro Jaya. "Tapi dua kali pihak PMJ (Polda Metro Jaya) mangkir," kata Michael menambahkan.

Selain itu, proses pemindahan keenam tahanan dari Markas Kepolisian Daerah Metro Jaya ke Rumah Tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, juga diduga menyalahi prosedur. Sebab pemindahan tahanan dilakukan oleh kepolisian. Padahal dalam Pasal 84 dan 85 KUHAP, yang mengatur pemindahan tahanan sebagai wewenang pengadilan negeri atau kejaksaan.

"Bahkan berkas tahap satu mereka sudah P21 juga tidak diberitahu kepada kami atau pihak keluarga," ucap Michael.

Sementara itu, polisi berdalih, pemindahan tahanan dilakukan lantaran alasan keamanan. Bahkan setelah pihak keluarga tujuh tahanan politik itu meminta agar kerabatnya dipulangkan, kepolisian secara tegas menolak.

"Iya (menolak) tentunya dengan penjelasan bahwa ini untuk keamanan bersama di sana," ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra pada 7 Oktober 2019.

Perkembangan terbaru, Asep mengatakan berkas perkara Agus Kossay dan enam lainnya sudah rampung. Baik berkas tahap satu maupun berkas tahap dua, sudah diserahkan ke kejaksaan. "Sampai dengan hari ini bahwa kasusnya sudah P21, dan kemudian sudah tahap dua juga, dan diserahkan ke pihak kejaksaan," ucap Asep pada 28 November 2019.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

TNI Pastikan Tak Ada Perubahan Pendekatan di Papua usai Rakor dengan Menko Polhukam

1 jam lalu

Kapuspen TNI Mayjend Nugraha Gumilar (kedua dari kiri), Panglima Daerah Militer XVII/Cenderawasih Mayjend Izak Pangemanan (ketiga dari kiri), Kadispenad Brigjen Kristomei Sianturi (paling kanan) dalam konferensi pers video viral penganiayaan warga Papua oleh anggota TNI di Subden Mabes TNI, Jakarta Pusat, pada Senin, 25 Maret 2024. Tempo/Yohanes Maharso
TNI Pastikan Tak Ada Perubahan Pendekatan di Papua usai Rakor dengan Menko Polhukam

Kemenko Polhukam sebelumnya menggelar rapat koordinasi untuk membahas situasi terkini di Papua yang juga dihadiri oleh Panglima TNI.


Kemenko Polhukam Bakal Kaji Istilah Kelompok Bersenjata di Papua

5 jam lalu

TPNPB-OPM klaim serang pasukan TNI-Polri di Titigi, Papua. Dokumentasi TPNPB OPM.
Kemenko Polhukam Bakal Kaji Istilah Kelompok Bersenjata di Papua

Kemenko Polhukam belum bisa memastikan apakah penyebutan OPM seperti yang dilakukan TNI akan dijadikan keputusan negara.


Menko Polhukam Rapat Koordinasi dengan Panglima TNI hingga Kapolri soal Situasi Papua, Ini yang Dibahas

7 jam lalu

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto di gedung Kemenkopolhukam RI, Jakarta Pusat, Selasa, 19 Maret 2024. ANTARA/Walda Marison
Menko Polhukam Rapat Koordinasi dengan Panglima TNI hingga Kapolri soal Situasi Papua, Ini yang Dibahas

Pertemuan itu dilakukan untuk membahas berbagai situasi terakhir di Papua.


Koops Habema Tembak 2 Anggota TPNPB yang Serang Pos TNI di Nduga Papua

9 jam lalu

Ilustrasi penembakan. Haykakan.top
Koops Habema Tembak 2 Anggota TPNPB yang Serang Pos TNI di Nduga Papua

Koops Habema TNI menembak dua anggota TPNPB di Papua Pegunungan


Polda Papua Belum Tangkap Pembunuh Bripda Oktovianus Buara, TPNPB Klaim Bertanggung Jawab

12 jam lalu

Jenazah Bripda Oktovianus Buara yang ditemukan meninggal akibat dianiaya di Dekai tiba di Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Selasa 16 April 2024. (ANTARA/HO/Dok KP3 Bandara Sentani)
Polda Papua Belum Tangkap Pembunuh Bripda Oktovianus Buara, TPNPB Klaim Bertanggung Jawab

Polda Papua belum mampu menangkap pelaku pembunuhan terhadap Brigadir Dua Oktovianus Buara.


Bertemu Panglima TNI, Ketua Komnas HAM Sebut Tak Khusus Bahas Soal Papua

1 hari lalu

Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait persoalan HAM selama Pemilu 2024 di Jakarta, Rabu, 21 Februari 2024. Sejumlah pelanggaran HAM yang ditemukan di antaranya, hak pilih kelompok marginal dan rentan, netralitas aparatur negara, hak kesehatan, dan hak hidup petugas pemilu. ANTARA/Aditya Pradana Putra
Bertemu Panglima TNI, Ketua Komnas HAM Sebut Tak Khusus Bahas Soal Papua

Pertemuan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Komnas HAM tidak secara khusus membahas konflik di Papua dan upaya penyelesaiannya.


TPNPB Kembali Tuding TNI Jatuhkan Bom di Papua Demi Selamatkan Pilot Susi Air

1 hari lalu

Sebby Sambom. phaul-heger.blogspot.com
TPNPB Kembali Tuding TNI Jatuhkan Bom di Papua Demi Selamatkan Pilot Susi Air

Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) kembali menuding TNI melakukan pengeboman untuk menyelamatkan pilot Susi Air


Kapendam Cendrawasih Bantah Tudingan TPNPB-OPM soal Zona Perang di Paniai Papua

2 hari lalu

Kapendam XVII/Cenderawasih Letkol Inf Candra Kurniawan. Foto: Dok. Pendam XVII/Cenderawasih
Kapendam Cendrawasih Bantah Tudingan TPNPB-OPM soal Zona Perang di Paniai Papua

TNI membantah menetapkan wilayah di Papua, khususnya Paniai sebagai kawasan peperangan atau zona operasi khusus militer.


TPNPB-OPM Bunuh Polisi, Kapolda: Kami Tak Akan Biarkan Mereka Bikin Kejahatan di Tanah Papua

2 hari lalu

Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakhiri berjalan usai mengikuti rapat koordinasi terkait kondisi terkini di Papua pasca penangkapan Gubernur non aktif Lukas Enembe, di gedung KPK, Jakarta, Selasa, 7 Februari 2023. Berdasarkan hasil rapat tersebut, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan bahwa kondisi Papua aman dan damai pascapenangkapan Lukas Enembe. TEMPO/Imam Sukamto
TPNPB-OPM Bunuh Polisi, Kapolda: Kami Tak Akan Biarkan Mereka Bikin Kejahatan di Tanah Papua

Kapolda Papua Irjen Mathius D. Fakhiri mengatakan tidak akan membiarkan TPNPB-OPM melakukan kejahatan di Papua.


Pemerintah Diminta Tak Bebankan Penyelesaian Konflik Papua Hanya pada TNI dan Polri

2 hari lalu

Ilustrasi TNI. ANTARA
Pemerintah Diminta Tak Bebankan Penyelesaian Konflik Papua Hanya pada TNI dan Polri

Pemerintah harus menyelesaikan masalah di Papua dengan cara-cara yang komprehensif dan lintas sektor.