Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menilik Separatisme OPM dalam Tinjuan Sejarah 1 Desember

image-gnews
Sejumlah warga melakukan pengibaran Bendera Bintang Kejora ketika merayakan HUT Organisasi Papua Merdeka (OPM) di lapangan Timika Indah, kabupaten Mimika, Papua, (1/12).  ANTARA/Husyen Abdillah
Sejumlah warga melakukan pengibaran Bendera Bintang Kejora ketika merayakan HUT Organisasi Papua Merdeka (OPM) di lapangan Timika Indah, kabupaten Mimika, Papua, (1/12). ANTARA/Husyen Abdillah
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Fakta sejarah dan nalar hukum menunjukan 1 Desember tak tepat disebut sebagai hari lahir Organisasi Papua Merdeka (OPM). Namun faktanya, menjelang 1 Desember, ada eskalasi masalah keamanan di Papua yang dikaitkan dengan gerakan separatisme OPM.

Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, mengingatkan pemerintah untuk tidak memberi cap-cap separatis dan atau label negatif terkait 1 Desember. Tanggal yang dianggap menjadi hari ulang tahun Organisasi Papua Merdeka itu dinilai justru menjadi ajang mendulang dana operasi keamanan yang seringkali meningkat secara signifikan di Papua.

Menurut Warinussy, hal tersebut disebabkan fakta bahwa Papua jelas-jelas telah diakui memiliki latar belakang sejarah yang berbeda dengan wilayah lainnya di Indonesia. Pengakuan negara dimaksud tersirat dalam amanat konsideran menimbang huruf e dari UU RI Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Sehingga, kata dia, segenap aspirasi rakyat Papua yang menginginkan dilaksanakannya referendum ataupun hak penentuan nasib sendiri atau merdeka tidak bisa serta merta dimusuhi dan dihadapi dengan anarkis oleh negara Indonesia.

"Sehingga segenap gerakan sosial politik rakyat Papua dengan mengusung aspirasi yang berbeda dengan negara ini sudah semestinya direspon secara soft (lunak) dan diwadahi melalui dialog damai yang melibatkan semua pihak yang selama lebih dari 50 tahun telibat konflik bersenjata dan ide dan kekerasan di tanah Papua ini," ujar Warinussy melalui keterangan tertulisnya pada Tempo, Jumat, 29 November 2019.

Warinussy meminta agar semua pihak belajar dengan baik tentang apa sesungguhnya yang terjadi pada 1 Desember 1961 dan maknanya bagi sejarah Papua saat itu dan kini. Pada 18 November 1961, kata dia, sesudah dilaksanakannya rapat luar biasa Dewan Papua atau Nieuw Guinea raad, diputuskan mengenai bendera dan lagu kebangsaan Papua yang ditetapkan Gubernur Jenderal P.J.Platteel dalam ordonansi-ordonansi. Rupanya penuntasan masalah perisai lambang masih ditunda menunggu adanya keputusan Dewan Tinggi Bangsawan (Hoge Raad van Adel) di Den Haag, Belanda.

Pasukan Organisasi Papua Merdeka (OPM). TEMPO/Jerry Omona

Meski demikian, pada 1 Desember 1961 dilaksanakan pengibaran bendera di kota Hollandia (kini Jayapura) dan ibukota onderafdeling, dimana hal itu ditulis P.J.Drooglever dalam bukunya "Tindakan Pilihan Bebas! Orang Papua dan Penentuan Nasib Sendiri". Pada halaman 575, Drooglever menulis, "terjadi dalam suasana khidmat dan tenang, dan dihadiri oleh penguasa-penguasa setempat,.."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Dengan demikian menurut nalar hukum saya sebagai advokat HAM bahwa sesungguhnya hari itu, 1 Desember 1961 belum dapat disebut atau dinyatakan sebagai Hari Kemerdekaan Niew-Guinea, tetapi bahwa sejarah mencatat jika proses ke sana sedang dijalankan dan ketika itu Belanda masih berdaulat di atas Tanah Papua," ujar Warinussy.

Yafet Kambai dalam buku "Gerakan Papua Merdeka di Bawah Bayang-Bayang Mega-Haz" terbitan Tabura menulis, awal mula kekerasan di Papua adalah ketika Presiden Soekarno menganeksasi Papua Barat dengan deklarasi Tiga Komando Rakyat (Trikora) pada 19 Desember 1961 di Yogyakarta. Antara tahun 1961-1969 dan pasca Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) banyak kekerasan terjadi. "Ternyata, Trikora sangat efektif mematikan semua sendi-sendi kehidupan rakyat Papua sampai sekarang. Sejak itu kebijakan politik pemerintah Indonesia lebih fokus kepada keamanan dengan sistem militeristik," tulis Kambai.

Militer memiliki kekuasaan langsung dari Presiden Soekarno untuk membawahi semua unsur di bawahnya, baik sipil maupun militer di Papua. Praktek dari sistem militer ini diperkuat oleh Kepres No.79/PLM.BS TAHUN 1962 yang melahirkan Kodam XVII/Irian Barat berdasarkan Surat Keputusan MEN I PANGAB No. KPTS-35/1/1963 tanggal 12 Januari 1963.

Peresmian Kodam XVII ini diatur sedemikian rupa bersamaan dengan penyerahan kekuasaan dari United Nations Temporary Executive Authority
(UNTEA) kepada pemerintah Indonesia, dan dimulailah berbagai operasi militer seperti Operasi Wisnumurti I dan II, Operasi Sadar I-V, Operasi Wibawa I-V sambil terus memantapkan struktur komando militer.

"Struktur politik dan keamanan sedemikian tidak memungkinkan terjadinya dialog dan perundingan untuk menangani ungkapan-ungkapan ketidakpuasan rakyat Papua," kata Kambai. Akibatnya, ungkapan ketidakpuasan itu berubah menjadi gerakan perlawanan rakyat di berbagai tempat di Papua yang saat ini populer dikenal sebagai Organisasi Papua Merdeka (OPM). Sejak itu operasi militer diefektifkan untuk menumpas gerakan OPM.

Alih-alih melakukan operasi dengan pendekatan militer, Warinussy berharap 1 Desember dapat dijadikan tonggak untuk melakukan upaya konstruktif dalam konteks pelurusan sejarah Papua oleh rakyat Papua sendiri dan semua pihak, termasuk pemerintah Indonesia. "Saya mendesak Presiden Jokowi dan jajaran pemerintahannya yang berwenang untuk segera mewujudkan ide dan rencana dialog dengan rakyat Papua dalam waktu dekat ini," kata Warinussy.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

TNI Pastikan Jatuhkan Sanksi terhadap 13 Prajurit yang Siksa Warga Papua

4 jam lalu

Kapuspen TNI Mayjend Nugraha Gumilar (kedua dari kiri), Panglima Daerah Militer XVII/Cenderawasih Mayjend Izak Pangemanan (ketiga dari kiri), Kadispenad Brigjen Kristomei Sianturi (paling kanan) dalam konferensi pers video viral penganiayaan warga Papua oleh anggota TNI di Subden Mabes TNI, Jakarta Pusat, pada Senin, 25 Maret 2024. Tempo/Yohanes Maharso
TNI Pastikan Jatuhkan Sanksi terhadap 13 Prajurit yang Siksa Warga Papua

Sebanyak 13 prajurit TNI tersangka penganiayaan warga di Papua akan mendapat hukuman yang berbeda, sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.


Prajurit Siksa Warga Papua, Kapuspen: TNI Bukan Malaikat

7 jam lalu

Kapuspen TNI Mayjend Nugraha Gumilar (kedua dari kiri), Panglima Daerah Militer XVII/Cenderawasih Mayjend Izak Pangemanan (ketiga dari kiri), Kadispenad Brigjen Kristomei Sianturi (paling kanan) dalam konferensi pers video viral penganiayaan warga Papua oleh anggota TNI di Subden Mabes TNI, Jakarta Pusat, pada Senin, 25 Maret 2024. Tempo/Yohanes Maharso
Prajurit Siksa Warga Papua, Kapuspen: TNI Bukan Malaikat

Kapuspen TNI menyebut jumlah anggota TNI ribuan, sedangkan yang melakukan penyiksaan hanya sedikit.


Komite HAM PBB Soroti Isu Pembunuhan di Luar Hukum di Papua

8 jam lalu

Mahasiswa papua memegang poster bergambar penyiksaan oleh oknum TNI terhadap warga Papua mengikuti Aksi Kamisan 811 di seberang Istana Negara, Jakarta, Kamis 28 Maret 2024. Dalam aksinya mahasiswa Papua mengecam penyiksaan yang dilakukan TNI kepada warga Papua yang belakangan menajdi sorotan publik karena videonya tersebar di media sosial. Mereka menuntut pelaku dipecat dan dihukum sesuai perbuatannya. TEMPO/Subekti.
Komite HAM PBB Soroti Isu Pembunuhan di Luar Hukum di Papua

Komite HAM PBB membacakan temuan pelanggaran HAM di Indonesia, salah satunya isu extrajudicial killing terhadap orang Papua.


Yayasan Pusaka: Deforestasi di Papua Periode Januari-Februari 2024 Seluas 765,71 Ha

1 hari lalu

Peta Distrik Sarmi, Papua. google.com
Yayasan Pusaka: Deforestasi di Papua Periode Januari-Februari 2024 Seluas 765,71 Ha

Yayasan Pusaka mengidentifikasi deforestasi di Papua Januari-Februari 2024 seluas 765,71 Ha meski Indonesia mendapatkan dana dari komunitas global.


Perludem Sebut Sistem Noken dalam Pemilu Perlu Diubah, Ini Alasannya

1 hari lalu

Warga pegunungan memberikan hak pilihnya pada Pemilu serentak 2024 Sistem Noken di Kampung Algoni, Distrik Piramid, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, Rabu, 14 Februari 2024. Sebanyak 1.306.414 orang masuk dalam daftar pemilih tetap di Provinsi Papua Pegunungan yang akan menggunakan hak pilih untuk memilih presiden dan wakil presiden, DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten / Kota dan DPD. ANTARA / Gusti Tanati
Perludem Sebut Sistem Noken dalam Pemilu Perlu Diubah, Ini Alasannya

Perludem mencatat, dari 277 sengketa Pemilu 2024 yang masuk ke MK, hampir 10 persen terjadi di Papua Tengah.


Ke Jokowi, Bos Freeport Janjikan Smelter Gresik Beroperasi pada Juni 2024

1 hari lalu

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas dan Chairman & CEO Freeport McMoran Richard C Adkerson ditemui di Kompleks Kepresidenan Jakarta pada Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Daniel A. Fajri
Ke Jokowi, Bos Freeport Janjikan Smelter Gresik Beroperasi pada Juni 2024

PT Freeport Indonesia menjanjikan fasilitas pengolahan dan pemurniannya dapat berproduksi penuh pada tahun ini.


Rumah Teuku Wisnu dan Shireen Sungkar Dimasuki Biawak, Seliar Apakah Hewan Ini?

2 hari lalu

Seekor biawak di Pulau Biawak, Indramayu, Jawa Barat, 26 Juni 2014. Pada sore hari, biawak-biawak berenang di tepi pantai untuk memangsa ikan. TEMPO/Aditya Herlambang
Rumah Teuku Wisnu dan Shireen Sungkar Dimasuki Biawak, Seliar Apakah Hewan Ini?

Rumah artis Teuku Wisnu dan Shireen Sungkar dimasuki biawak belum lama ini. Hewan apakah ini? Ada sekitar 80 jenis biawak di seluruh dunia,


Kronologi Kematian 1 Anggota TPNPB-OPM, Ini Penjelasan Polda Papua

2 hari lalu

Kabid Humas Polda Papua, Kombes. Pol. Ignatius Benny Ady Prabowo. Dok Polda Papua
Kronologi Kematian 1 Anggota TPNPB-OPM, Ini Penjelasan Polda Papua

WM telah masuk daftar pencarian orang (DPO) atas kasus penyerangan OPM terhadap pekerja proyek pembangunan Puskesmas Omukia pada Oktober 2023.


KontraS Sebut Langkah TNI Tangani Kasus Papua Belum Cukup, Perlu Evaluasi Total

3 hari lalu

Kepala Divisi Bidang Korupsi dan Politik ICW Ego Primayoga (kanan) dan Peneliti KontraS Rozy Brilian (kiri) memberikan keterangan pada media usai mengantar surat permohonan keterbukaan informasi publik tentang Pemilu 2024 di KPU RI, Jakarta, Kamis, 22 Februari 2024. Dua organisasi itu mencatat sejumlah masalah pemilu seperti pelaporan dana kampanye partai politik maupun calon presiden tidak dapat diakses oleh masyarakat umum. TEMPO/ Febri Angga Palguna
KontraS Sebut Langkah TNI Tangani Kasus Papua Belum Cukup, Perlu Evaluasi Total

KontraS mengatakan perlu dilakukan evaluasi total seluruh langkah dan pendekatan keamanan yang selama ini berlangsung di Papua.


Komnas HAM Papua Sebut Korban Penganiayaan yang Diduga Dilakukan Prajurit TNI Meninggal

3 hari lalu

Ilustrasi TNI. dok.TEMPO
Komnas HAM Papua Sebut Korban Penganiayaan yang Diduga Dilakukan Prajurit TNI Meninggal

Komnas HAM Papua menyebut korban kekerasan yang diduga dilakukan anggota TNI dari Yonif Raider 300/Brajawijaya telah meninggal dunia di Ilaga,