TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Hukum DPR dari Partai Gerindra, Desmond J. Mahesa, menanggapi polemik korting masa hukuman penjara alias grasi Annas Maamun dari Presiden Jokowi.
Menurut Desmond, kondisi kesehatan mantan Gubernur Riau Annas Maamun, 78 tahun, harus dipastikan terlebih dahulu sebelum pemotongan masa hukuman 1 tahun itu diberikan.
"Kalian cek bener enggak itu (kondisi kesehatan Annas Maamun memprihatinkan). Kalau enggak bener, itu kan tipu-tipu," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, hari ini, Rabu, 27 November 2019. "Kasihan Pak Jokowi ditipu sama Kementerian Hukum dan HAM, misalnya."
Menurut dia, Komisi Hukum DPR akan mempertanyakan kondisi kesehatan Annas Maamun kepada Kementerian Hukum dan HAM dalam rapat kerja besok, Kamis, 28 November 2019.
Presiden Jokowi memangkas hukuman Annas dari 7 tahun penjara menjadi 6 tahun. Walhasil Annas Maamun yang mestinya baru bebas pada 3 Oktober 2021 bakal mengirup udara segar pada 3 Oktober 2020.
Pemberian grasi tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 23/G Tahun 2019 tentang Pemberian Grasi tertanggal 25 Oktober 2019 karena alasan kesehatan.
Annas divonis 6 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 2015 karena terbukti menerima duit terkait alih fungsi lahan untuk perkebunan sawit. Hukumannya diperberat di tingkat kasasi menjadi 7 tahun penjara.
Menurut Desmond, pemberian grasi memang hak presiden sesuai konstitusi. Namun, DPR perlu memastikan apakah pemberiannya logis.
Jika ternyata Annas Maamun tak ada masalah kesehatan berarti Presiden Jokowi memotong memberikan grasi yang tidak sesuai dengan semangat pemberantasan korupsi.
"Berbanding terbalik dengan pernyataan beliau tentang pemberantasan korupsi."
Politikus Partai Demokrat Andi Arief menyatakan mendukung grasi bagi napi perkara korupsi karena alasan kesehatan yang memprihatinkan. "Jika alasannya karena jasa di pilpres, benar-benar gawat," ujarnya hari ini, Rabu, 27 November 2019.