TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI asal Partai Gerindra Sodik Mudjahid menanggapi penolakan Kejaksaan Agung terhadap Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dengan orientasi seksual lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Menurut dia, kaum LGBT tetap berhak mendapatkan semua hak warga negara.
Menurut dia, dalam negara Pancasila, LGBT bisa mendapat semua hak warga negara Indonesia. “Satu-satunya hak yang tidak mereka peroleh adalah hak untuk mengekspose dan mengembangkan perilakunya bersama dan kepada masyarakat umum,” kata Sodik dalam keterangan tertulis, Rabu 27 November 2019. Alasannya, hal itu tidak sesuai dan bertentangan dengan nilai Pancasila khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Ia mengatakan semua warga negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban. Ada pun kewajiban dasar LGBT adalah menghormati dan mengikuti hukum serta nilai tertinggi di Indonesia yakni nilai dan norma Pancasila.
Ia menilai Kejaksaan Agung sebagai salah satu lembaga hukum pun pasti sangat memahami dasar hukum terhadap penolakan LGBT menjadi CPNS. “Dasar (hukum) berupa Permen, Perpes, PP, UU, sampai kepada nilai dan semangat UUD dan Pancasila dalam memandang LGBT,” ujar dia.
Kejaksaan Agung sudah menegaskan bahwa CPNS yang melamar tidak memiliki orientasi seksual yang berbeda. Juru bicara Kejaksaan Agung Mukri mengatakan, pihaknya ingin pelamar CPNS Kejagung adalah orang-orang yang normal dan wajar. "Kami ingin yang normal-normal lah, wajar-wajar. Kita tidak mau yang aneh-aneh. Supaya mengarahkannya tidak ada yang ya… gitulah," kata Mukri di kantornya pada Kamis, 21 November 2019.
Komnas HAM menanggapi kebijakan Kejaksaan Agung. Mereka melayangkan surat kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk meminta klarifikasi dan pembatalan persyaratan penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil atau CPNS. Hal itu dilakukan karena Komnas HAM menilai persyaratan diskriminatif Kejaksaan Agung RI terhadap kelompok LGBT dan identitas gender telah melanggar hak atas pekerjaan.
"Komnas HAM menilai persyaratan khusus pada lima jabatan dengan seluruh formasinya, bertentangan dengan prinsip dan nilai hak asasi manusia yang terkandung dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Beka Ulung Hapsara, melalui siaran pers pada Senin, 25 November 2019.
FIKRI ARIGI | ANDITA RAHMA | HALIDA BUNGA