TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Halim mengenai aliran dana korupsi proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun anggaran 2016. Hal itu ditanyakan penyidik saat Chusnunia diperiksa KPK pada Selasa, 26 November 2019.
"Didalami pengetahuannya tentang aliran dana terkait proyek di Kementerian PUPR dalam perkara ini," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya, Selasa, 26 November 2019.
Febri mengatakan Chusnunia diperiksa bukan dalam kapasitasnya sebagai Wakil Gubernur Lampung, melainkan sebagai pengurus Partai Kebangkitan Bangsa. Febri urung mendetailkan soal aliran dana yang dimaksud.
Seusai diperiksa, Chusnunia memilih bungkam dan hanya tersenyum. Datang ke gedung KPK sekitar pukul 09.45 WIB, ia baru keluar pada pukul 18.00 WIB. Seusai pemeriksaan, anggota DPR periode 2014-2019 ini menutup rapat mulutnya.
Chusnunia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka, Komisaris PT Sharleen Jaya JECO Group, Hong Arta. Pemanggilan ini merupakan penjadwalan ulang. Chusnunia telah dipanggil pada Rabu, 20 November 2019. Namun, ia mangkir.
Dalam kasus yang sama KPK juga telah memanggil sejumlah politikus PKB lainnya, seperti Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Wakil Ketua Dewan Syuro PKB Abdul Ghofur. Keduanya tak hadir dalam panggilan pemeriksaan pertama. KPK menjadwalkan pemeriksaan ulang terhadap keduanya.
Pada Rabu 20 November 2019, KPK memeriksa dua anggota DPRD Lampung, Hidir Ibrahim dan Chaidir Bujung. KPK menyatakan mendalami dugaan aliran duit dari proyek di Kementerian PUPR.
Dalam kasus ini, KPK menuding Hong Arta memberikan suap berupa janji menyerahkan uang sebanyak Rp 2,6 miliar kepada Kepala Badan Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary. Hong Arta merupakan tersangka ke-12 dalam kasus ini.
Sebelumnya, KPK telah menjerat 11 tersangka lainnya, di antaranya dua anggota DPR Damayanti Wisnu Putranti dan Musa Zainudin. Musa dihukum 9 tahun penjara karena terbukti menerima Rp 7 miliar dari penguasaha untuk memuluskan proyek infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara tahun anggaran 2016. Ia mengajukan justice collaborator ke KPK pada Juli 2019. Dalam suratnya, Musa membeberkan dugaan aliran dana kepada petinggi PKB.