TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan bahwa persoalan kekurangan blangko Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP adalah warisan masalah dari periode sebelum dirinya menjabat. Hal ini dia sampaikan saat rapat kerja dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat untuk meminta izin menggeser pagu anggaran demi pengadaan blangko e-KTP.
"Saya sendiri baru, kira-kira satu bulan. Dan program ini dibuat tahun 2018 untuk kegiatan 2019. Jadi ini tumpahan masalah nih," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 26 November 2019.
Tito sebelumnya membeberkan, Kemendagri memerlukan anggaran sekitar Rp 78,6 miliar untuk pengadaan sekitar 7,4 juta keping blangko e-KTP. Dia mengatakan bahwa anggaran tahun 2019 sudah habis di bulan April.
Kemendagri, waktu itu di bawah kepemimpinan Mendagri Tjahjo Kumolo, telah mengajukan surat ke Kementerian Keuangan untuk meminta tambahan anggaran. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tak setuju penambahan anggaran, hanya menyarankan pergeseran pagu.
Sejumlah anggota Komisi II DPR pun mempertanyakan mengapa anggaran itu bisa kurang. Anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP Johan Budi Sapto Pribowo misalnya, mengatakan bahwa pengadaan biasanya dibuat setidaknya 120 persen dari kebutuhan sesungguhnya.
Anggota Komisi II Sodik Mudjahid, juga menyinggung hal serupa. Politikus Gerindra ini menanyakan mengapa sampai terjadi salah hitung untuk pengadaan blangko e-KTP.
Tito mengatakan, sebagai menteri baru dia ingin mencari solusi untuk kekurangan blangko e-KTP tersebut. Itu sebabnya, dia meminta izin Komisi II DPR untuk menggeser pagu anggaran.
"Yang sedang kami lakukan sebagai pimpinan Kemendagri yang baru, adalah mencari solusi dari permasalahan mendesak yang diminta masyarakat," kata mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia ini.