TEMPO.CO, Jakarta - Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat mencecar Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian ihwal rencana menggeser pagu anggaran untuk pengadaan blangko Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP.
DPR mempertanyakan kekurangan anggaran pengadaan. "Biasanya pengadaan itu 120 persen dari yang dibutuhkan Pak, kenapa kok kurangnya begitu banyak," tanya anggota Komisi II DPR Johan Budi Sapto Pribowo saat rapat kerja dengan Kemendagri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 26 November 2019.
Johan menilai wajar jika kekurangan yang terjadi hanya 20-30 persen. Namun, Tito sebelumnya membeberkan kekurangan blangko e-KTP sebanyak 7,4 juta keping dengan anggaran Rp 78,6 miliar.
Angka ini dua kali lipat dari jumlah blangko yang sudah terpenuhi sebanyak 3,5 juta keping, dengan anggaran Rp 37,6 miliar
Johan juga mempertanyakan perhitungan anggaran yang disampaikan Tito. Dia meminta Tito menjelaskan berapa harga per keping blangko e-KTP itu.
Mantan pelaksana tugas pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ini juga mengingatkan ihwal perkara rasuah e-KTP, yang kasusnya sampai sekarang masih ditangani KPK.
"Ini patokannya harga yang mana? Kalau harga yang dulu enam belas ribu (per blangko) itu kan yang diduga digelembungkan," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini meminta penjelasan.
Anggota Komisi II DPR rekan separtai Johan, Junimart Girsang mengatakan anggaran yang ditetapkan dalam APBN itu mestinya sudah diperhitungkan. Junimart pun mengatakan pergeseran anggaran harus dilakukan dengan cermat agar tidak melanggar hukum. "Saya trauma Pak, perkara lima enam tahun di belakang ditarik ke depan," kata Junimart.
Tito Karnavian meminta izin ingin menggeser pagu anggaran dari 11 unit yang ada di Kemendagri untuk pengadaan blangko e-KTP. Dari 11 unit itu, akan ada Rp 12,9 miliar yang akan digeser. Ditambah Rp 3 miliar anggaran dari internal Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Kemendagri akan dapat menambah pengadaan sekitar 1,5 juta keping blangko.