TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meneken Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Perlindungan Perlindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan Petugas Pemasyarakatan pada 12 November 2019 lalu. Peraturan ini mengatur pencegahan melalui Kesiapsiagaan Nasional, dan Kontra Radikalisasi, dan Deradikalisasi.
“Pemerintah wajib melakukan Pencegahan Tindak Pidana Terorisme,” dikutip dari salinan Pasal 2 PP 77 Tahun 2019, Senin 25 November 2019.
Pertama, Kesiapsiagaan Nasional. Program ini dilakukan melalui: pemberdayaan masyarakat, peningkatan kemampuan aparatur, perlindungan dan peningkatan sarana prasarana, pengembangan kajian terorisme, dan pemetaan wilayah rawan paham radikal terorisme.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan Kesiapsiagaan Nasional ini. Pada pelaksanaannya BNPT akan dibantu oleh kementerian terkait. Dalam pengembangan kajian terorisme misalnya, BNPT bertugas untuk mengintegrasikan seluruh kajian terorisme yang dilaksanakan oleh lembaga/ kementerian.
Kedua, Kontra Radikalisasi. Program ini dilaksanakan terhadap orang atau kelompok yang rentan terpapar paham radikal terorisme. Kontra Radikalisasi ini dilakukan melalui kontra narasi, kontra propaganda, atau kontra ideologi.
Berikut bunyi Pasal 22 Ayat 1 PP 77 Nomor 2019 “Kontra Radikalisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilaksanakan terhadap orang atau kelompok orang yang rentan terpapar paham radikal terorisme.”
Ketiga, Deradikalisasi. Program ini dilakukan kepada: tersangka, terdakwa, terpidana, dan narapidana tindak pidana terorisme, dan mantan narapidana terorisme, atau kelompok orang yang sudah terpapar paham radikal terorisme.
Deradikalisasi dilakukan melalui empat tahap: identifikasi dan penilaian; rehabilitasi; reedukasi; dan reintegrasi sosial.
Selain itu, PP 77 Tahun 2019 ini pun mengatur terkait perlindungan terhadap penyidik, penuntut umum, hakim, dan petugas pemasyarakatan. Keempat petugas tersebut beserta keluarganya wajib diberi perlindungan, selama menangani tindak pidana terorisme, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.
FIKRI ARIGI