TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang mengatakan jumlah operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh lembaganya perlu ditambah. Dia menilai OTT yang dilakukan selama ini masih kurang banyak.
"OTT bukan prestasi kalau angkanya seperti sekarang ini, jadi OTT harus lebih banyak, baru itu prestasi," kata dia di kantornya, Jakarta, Jumat, 22 November 2019.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut OTT kepala daerah yang dilakukan KPK bukanlah suatu prestasi yang hebat. "OTT kepala daerah yang selama ini bukan sesuatu hal yang luar biasa, bukan prestasi hebat," ujar Tito dalam rapat bersama Komite I DPD di Kompleks Parlemen, Senayan pada Senin, 18 November 2019.
Menurut Tito, selama ini sistem politik Indonesia yang memakan biaya politik tinggi, membuka peluang kepala daerah melakukan korupsi. Sehingga, ujar dia, mudah sekali menarget kepala daerah yang melakukan korupsi.
"Ongkos tinggi itu membuat dia cari balik modal. Sehingga, ya, tinggal menggunakan teknik-teknik intelijen, investigasi, menargetkan kepala daerah, sangat mudah sekali. Pasti akan korupsi. Jadi bagi saya, OTT kepala daerah bukan prestasi yang hebat," ujar dia.
Namun sebaliknya, menurut Saut, bukan cuma jumlah OTT yang perlu ditambah. Tapi, wewenang KPK juga perlu diperluas supaya bisa menangkap korupsi di sektor swasta. Wewenang itu bisa ditambahkan melalui revisi UU Tindak Pidana Korupsi. "Kalau mau keren justru harus diperbanyak, baru perilaku kita bisa berubah," kata dia.
Menurut dia, penindakan terhadap koruptor perlu diperbanyak karena kondisi korupsi di Indonesia cukup buruk. KPK, kata dia, memperkirakan sekitar 10 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia ditilap oleh koruptor.
Persentase itu, kata dia, sama dengan komitmen fee yang biasa ditarik kepala daerah dari proyek-proyek pemerintah. "Ini analisis, tapi rata-rata mintanya segitu, saya harus tahan berapa orang kalau kondisinya memang seperti ini?" kata dia.