Komnas HAM mencatat, pengembalian beberapa berkas penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dari Kejaksaan Agung, terjadi antara 4 hingga 5 kali. Komnas HAM menilai, tindakan Kejaksaan Agung tersebut sebagai bagian politik impunitas untuk menutup kemungkinan pembuktian yang presisi. “Padahal pembuktian yang presisi penting bagi pengungkapan kebenaran,” kata dia.
Salah satu korban pelanggaran HAM berat, Mugiyanto, dalam diskusi tersebut mengatakan, ada dua hal yang menjadi tantangan berat dalam upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu di periode kedua pemerintahan Jokowi.
Pertama, Pemerintahan Jokowi saat ini lebih disibukkan dengan agenda untuk melawan radikalisme, terorisme dan ektremisme. Agenda tersebut dianggap pemerintah lebih urgent daripada menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Kedua, masuknya orang yang terkait dengan pelanggaran HAM berat dalam Kabinet Indonesia Maju. “Padahal orang ini yang paling bertanggung jawab terhadap kasus penculikan aktivis di masa lalu,” kata Mugiyanto, yang juga Senior program officer human rights and democracy department INFID.
Dengan dua tantangan itu, Mugiyanto menambahkan bahwa penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat tidak bisa dilakukan dengan satu jalan. Akan tetapi perlu elaborasi pada aspek judicial dan nonjudicial.