TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo menemui Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh pada Rabu, 13 November 2019 untuk membicarakan agenda amandemen UUD 1945. Menurut Bambang, Surya mempertanyakan implementasi demokrasi di Indonesia yang dinilainya mengedepankan politik praktis dan pragmatisme. Surya juga membicarakan tentang kewenangan Mahkamah Konstitusi.
"Beberapa pemikiran Surya Paloh yang menggelitik untuk dikaji lebih dalam misalnya terkait kewenangan tafsir MK terhadap konstitusi, termasuk misalnya putusan pelaksanaan pemilu serentak," kata Bambang melalui keterangan tertulis, Kamis, 14 November 2019. Bambang datang didampingi Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat, Arsul Sani, dan Hidayat Nur Wahid.
Bambang mengatakan Surya Paloh menilai perlunya amandemen konstitusi secara komprehensif dan sesuai kebutuhan kekinian. Surya juga mengingatkan agar ada penguatan sistem presidensial.
Adapun Arsul Sani menilai akan sulit membangun komitmen jika diskursus tentang amandemen dibatasi. Sehingga perlu dibuka ruang pemikiran seluas-luasnya untuk menjaring masukan.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berulang kali menyatakan keinginan agar amandemen UUD 1945 dibatasi pada mengembalikan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Wakil Ketua MPR dari PDIP Ahmad Basara pernah mengatakan tak ingin melakukan amandemen konstitusi jika tidak terbatas.
Rencana MPR mengamandemen UUD 1945 ini menuai kritik sejak awal. Sejumlah pihak khawatir ada agenda mengembalikan sistem pemilihan presiden-wakil presiden oleh MPR di balik rencana ini.