TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Fraksi PPP DPR RI, Achmad Baidowi menyatakan partainya menolak usul Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat aturan yang melarang eks napi koruptor mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah atau Pilkada.
Baidowi mengatakan, PPP memahami niat baik KPU untuk melarang mantan napi koruptor maju pilkada. Hal ini juga menjadi keinginan bersama, termasuk partai politik. Namun demikian, ujar dia, Indonesia adalah negara hukum dimana segala persoalan harus didudukkan pada pijakan norma hukum.
"Kami mengingatkan bahwa putusan MK nomor 42/PUU-XIII/2015 membolehkan mantan napi maju pilkada dengan syarat mengumumkan kepada publik bahwa yang bersangkutan adalah mantan napi," ujar Baidowi lewat keterangan tertulis pada Selasa malam, 13 November 2019.
Mahkamah Agung, ujar Baidowi, juga pernah membatalkan salah satu pasal di PKPU 20/2018 yang melarang mantan napi maju sebagai caleg. Dari uraian tersebut, ujar Baidowi, KPU harus berhati-hati menyusun norma dalam PKPU agar tidak menabrak ketentuan UU.
"KPU adalah pelaksana UU, bukan penafsir ataupun pembuat UU. Jadi sebaiknya lakukan tugas sesuai tupoksinya," ujar Baidowi.
Sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman bersikukuh mengusulkan aturan tentang larangan kepala daerah eks napi koruptor mencalonkan diri, masuk dalam PKPU tentang Pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020.
Arief mengatakan, KPU bersikukuh menerapkan aturan ini demi menghasilkan pemimpin yang terbaik untuk masyarakat.
Mengantisipasi aturan ini digugat lagi ke MA, KPU meminta UU Pemilu direvisi terlebih dahulu oleh DPR. "Semua pihak kalau saya lihat komentarnya, sepanjang ini diatur di dalam undang-undang maka bisa diterima," ujar Arief di Kompleks Parlemen, Senayan pada Senin, 4 November 2019.
Pada pileg 2019 lalu, KPU membuat PKPU yang melarang eks caleg napi koruptor ikut pemilu. PKPU tersebut digugat ke MA karena dianggap bertentangan dengan peraturan diatasnya. Di tingkat MA, peraturan tersebut dibatalkan dan caleg eks napi koruptor boleh mencalonkan diri.