TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman (KPU) mengusulkan agar durasi kampanye pemilihan umum dikurangi. "Terkait durasi kampanye yang lama, mungkin bisa menjadi bahan evaluasi dan revisi undang-undang (UU Pemilu)," kata Arief usai bertemu Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Kantor Presiden, Jakarta, Senin, 11 November 2019.
Arief mengatakan, penyelenggaraan pemilu serentak cukup merepotkan dan membingungkan pemilih, terutama karena jumlah surat suaranya banyak dan jumlah kandidat yang harus dipilih dalam surat suara juga banyak.
Pemilu serentak juga membuat isu atau topik kampanye bercampur antara isu kampanye legislatif dan eksekutif. "Isu kampanye politik di tingkat nasional dan lokal agak membuat pemilih tidak fokus dengan isu-isu kampanyenya," kata dia.
Selain itu, masa kampanye terlalu panjang juga mengakibatkan munculnya fenomena dalam penggunaan media sosial. "Kami sering menyebutnya pemilu medsos, baik karena penyebaran hoaks, berita bohong, fitnah, ujaran kebencian, dan lain-lain. Ini perlu antisipasi," ujarnya.
Usul pemangkasan masa kampanye ini sebelumnya juga sudah disampaikan mantan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Saat masih menjabat, Tjahjo mengusulkan waktu kampanye cukup satu bulan agar lebih efektif, efisien, dan cepat.
Usul yang senada dengan KPU itu disampaikan karena waktu kampanye pada Pemilu 2019 sekitar tujuh bulan memperbesar potensi kerawanan keamanan di masyarakat. Tjahjo mengatakan, selama ini, dengan masa kampanye panjang kerap terjadi konflik di masyarakat yang melebar. Konflik bahkan sering kali justru mengaitkan ke arah ideologi, suku, agama, dan kelompok.