TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch mencatat adanya lonjakan jumlah kasus korupsi dana desa selama tiga tahun terakhir. Menurut data ICW pada 2016-2017, ada 110 kepala desa yang menjadi tersangka. Sedangkan pada 2018, ada sekitar 102 orang yang menjadi tersangka korupsi.
"Ini lonjakannya sangat luar biasa. Kalau dulu setahun mungkin 12 sampai 20 orang," kata peneliti ICW Tama S Langkun di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 8 November 2019.
Tama mengatakan jabatan kepala desa kini juga masuk dalam 5 besar pelaku korupsi. Selain kades, ada pegawai negeri, swasta, kepala daerah dan legislatif. "Jadi semakin ke sini semakin banyak kades yang ditetapkan tersangka karena perkara korupsi," kata dia.
Adapun ICW mencatat terdapat sedikitnya ada 15 pola korupsi dana desa. Di antaranya, proyek fiktif, double budget dan pinjaman fiktif.
Tama mengatakan pemerintah perlu memperketat pengawasan terhadap penyaluran dana desa. Masyarakat, kata dia, juga harus ikut serta mengawasi penyaluran itu. "Masyarakat di desa harus melek akan dana desa, harus paham bagaimana anggaran desa bergulir untuk digunakan," katanya.
Sebelumnya, korupsi dana desa ramai diperbincangkan sejak ditemukannya tiga desa fiktif di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. Desa Ulu Meraka, Desa Uepai dan Desa Morehe tertulis dan menerima aliran dana desa, tapi keberadaannya tak ditemukan.
Sejumlah pihak menamakannya desa fiktif atau desa siluman. Komisi Pemberantasan Korupsi sudah turun tangan membantu kepolisian Sulawesi Tenggara untuk menyelidiki dugaan korupsi dana desa ini.