TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan bahwa tata cara berpakaian, tak bisa dijadikan patokan untuk melihat radikalisme seseorang. Ia menegaskan radikalisme itu adalah pola pikir yang tak terkait dengan pakaian.
"Radikalisme itu sebenernya bukan soal pakaian. Tapi radikalisme itu adalah cara berpikir, cara bersikap, atau perlaku dan cara bertindak," kata Ma'ruf, saat memberi sambutan di acara Seminar sekolah peserta SESPIMTI Polri Dikreg ke-28 tahun 2019 di The Opus Grand Ballroom The Tribrata, Jakarta Selatan, Jumat, 8 November 2019.
Atas dasar itu, Ma'ruf mengatakan yang perlu diluruskan adalah cara berpikirnya, meluruskan cara bersikap, bertindaknya, dan juga meluruskan gerak-gerakannya. Tata berbusana, bukan menjadi bagian yang perlu diatur untuk mencegah radikalisme.
"Karena itu perlu adanya upaya-upaya yang lebih intersif tentang kontra radikalisme dan deradikalisasi," kata Ma'ruf.
Untuk mencapai tujuan itu, Ma'ruf menegaskan pentingnya melakukan penguatan komitemen kebangsaan, terutama Pancasila. Ia meyakini dengan penguatan dasar bangsa itu, sikap radikal maupun intoleran bisa terus digerus.
Masalah pakaian ini menjadi bahan perbincangan belakangan, setelah Menteri Agama Fachrul Razi sempat menyebut akan melarang penggunaan cadar dan celana cingkrang di lingkungan instansi pemerintahan. Langkah Fachrul ini awalnya diniatkan untuk menjauhkan radikalisme dari lembaga negara.
Namun pernyataan ini kemudian menjadi kontroversi. Belakangan, Fachrul pun meminta maaf atas pernyataanya tersebut.