TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan meyakini serangan terhadap dirinya di media sosial dilakukan secara terpola dan terorganisir. Sejak 29 Oktober lalu, serangan opini terhadap Novel gencar dilakukan bahwa penyiraman air keras merupakan rekayasa belaka.
“Kalau saya lihat, karena ini sudah terus-menerus dibuatnya, berkelanjutan dan momentumnya selalu bersamaan dengan serangan KPK lainnya, saya yakin terogranisir,” ujar Novel saat dihubungi Tempo pada Selasa, 5 November 2019.
Novel Baswedan disiram air keras oleh dua orang tak dikenal seusai salat subuh di masjid dekat rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada 11 April 2017. Serangan itu mengenai kedua mata dan menyebabkan kerusakan parah di mata kiri Novel.
Hingga 2,5 tahun, kasus penyiraman itu belum juga terungkap. Sejumlah pegiat antikorupsi pun menilai polisi dan pemerintah seperti tak serius mengungkap pelaku dan aktor intelektual penyerangan terhadap penyidik yang kerap menangani kasus korupsi kakap tersebut.
Belakangan sejumlah pemilik akun media sosial di Twitter menuding adanya rekayasa dalam penyiraman air keras terhadap Novel. Akun-akun itu mencuit dengan narasi soal adanya skenario.
"Mungkin dulu Novel Baswedan cuma kena tetes air keras, bukan disiram air keras macam vokalisnya saint loco yang mukanya melepuh semua," tulis pemilik akun @Agung***.
Tempo memperoleh salinan medical record Novel yang menyatakan bahwa Novel Baswedan mengalami luka parah di dua matanya. Medical record itu berasal dari Eye and Retina Surgeon Singapore. Catatan tersebut menjelaskan bahwa Novel menjalani serangkaian perawatan karena kerusakan di kedua matanya.
ROSSENO AJI