Sofyan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 23 April 2019 sebagai tindak lanjut pengembangan kasus korupsi tersebut. Sofyan sempat mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Mei 2019. Dia menilai penetapan tersangka kepada dirinya tidak sah dan tidak berdasar hukum.
Pada 27 Mei 2019, KPK memutuskan menahan Sofyan dengan periode 20 hari. Pada hari itu juga, pengacara Sofyan, Soesilo Ariwibowo, mengatakan kliennya telah mencabut gugatan praperadilan yang dilayangkan lantaran ingin fokus pada pokok perkara. Dua hari setelah penahanannya, Sofyan resmi mengundurkan diri dari posisinya sebagai Direktur Utama PLN.
Setelah itu, Sofyan menjalani sidang perdananya, pada 24 Juni 2019. Kala itu, KPK mendakwa mantan Direktur Utama BRI itu membantu mantan Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih menerima suap.
Jaksa mengatakan Sofyan telah memfasilitasi pertemuan antara Eni Saragih, mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo dengan jajaran direktur PLN.
Pertemuan itu dilakukan untuk mempercepat tercapainya kesepakatan dalam rencana proyek PLTU Riau-1. Padahal Sofyan mengetahui bahwa Eni dan Idrus bakal menerima suap dari Kotjo bila perusahaan yang ia wakilkan bisa menjadi penggarap proyek PLTU Riau. Jaksa menuntut Sofyan dengan hukuman 5 tahun penjara. Ia juga dituntut wajib membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Setelah melakukan sidang pemeriksaan dan berbagai proses persidangan lainnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan Sofyan Basir tidak terlibat dalam kasus suap di proyek PLTU Riau-1. Hakim pun memvonis bebas mantan Direktur Utama PT PLN itu pada Senin, 4 November 2019.
Atas vonis tersebut, KPK menyatakan akan mengajukan kasasi. "Insya Allah," kata Ketua KPK Agus Rahardjo kepada Tempo, Senin, 4 November 2019.
CAESAR AKBAR | ANDITA RAHMA | ROSSENO AJI | ANTARA