TEMPO.CO, Medan– Kematian Maraden Sianipar, 55 tahun, dan Martua Parasian Siregar alias Sanjay, 48 tahun, di saluran drainase PT SAB/KSU Amalia, Kecamatan Panaihilir, Kabupaten Labuhanbatu pada Rabu, 30 Oktober 2019 petang, menyisakan misteri. Polisi masih menyelidiki siapa pelaku yang menghabisi nyawa korban.
Sebelumnya santer diberitakan bahwa kedua korban adalah wartawan. Sanjay disebut-sebut sebagai wartawan media mingguan lokal Pindo Merdeka. Ternyata status juru warta sudah ditinggalkan sejak dua tahun lalu oleh korban yang tinggal di Desa Wonosari, Kecamatan Panaihilir itu.
Pemilik media Pindo Merdeka Paruhum Daulay membenarkan hal ini. “Dia mantan wartawanku,” kata Paruhum Daulay lewat pesan singkatnya, Senin, 4 November 2019.
Paruhum mengenang korban sebagai pria yang baik dan selalu kritis terhadap konflik tenurial di Labuhanbatu. Setelah tidak lagi menjadi wartawan, korban aktif di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gabungan Pemerhati Orang Tertindas Sumatera Utara (Gapotsu) yang dia dirikannya.
Namun ia juga bergabung dengan beberapa LSM lain. “Dia pindah-pindah kalau di LSM. Dia orang baik, semoga polisi cepat menyelesaikan kasus ini," ujar Paruhum.
Adapun Maraden Sianipar hanya mengikuti ajakan Sanjay. Maraden lahir di Tanah Jawa, Kota Tebingtinggi dan tinggal di Jalan Gajahmada Kelurahan Binaraga, Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu. Dia pernah mencalonkan diri menjadi wakil rakyat periode 2019- 2024 dari Partai NasDem.
“Ya, beliau kader kita, aktif membantu masyarakat. Kami sangat berduka dan meminta polisi mengusut tuntas kasusnya. Kami juga sudah membentuk tim bantuan hukum untuk menginvestigasi kasus ini," kata Ketua NasDem Sumatera Utara Iskandar ST.
Seperti pemberitaan, kedua korban ditemukan dalam keadaan tak bernyawa dengan tubuh penuh luka di areal PT SAB/KSU Amalia. Kedua jenazah diotopsi di Rumah Sakit Umum Daerah Djasamen Saragih, Kota Siantar.
Seorang teman Sanjay bernama Johan mengungkapkan, Sanjay sudah hampir sepuluh tahun mengadvokasi lahan masyarakat yang dituding diambil perusahaan. "Hampir sepuluh tahun diperjuangkannya bersama masyarakat Panai Hilir. Adalah 350 hektare yang sudah kembali, padahal sebelumnya dikuasai perusahaan," kata Johan.
Menurut Johan, Sanjay-lah yang mengajak Maraden memperjuangkan lahan itu supaya bisa dikelola masyarakat melalui kelompok tani. Kepala Kepolisian Resor Labuhanbatu Ajun Komisaris Agus Darojat mengatakan polisi masih menyelidiki dan memintai keterangan sejumlah saksi. “Masih dalam penyelidikan, kalau sudah lengkap nanti kita sampaikan,” kata Agus singkat.