TEMPO.CO, Jakarta - Hasil sigi Lembaga Survei Indonesia (LSI) menemukan bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sudah banyak diterima oleh mayoritas masyarakat muslim di Indonesia. Jumlahnya mencapai lebih dari 80 persen.
"86,5 persen responden muslim menilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar yang sekarang adalah terbaik bagi kehidupan kita sebagai bangsa Indonesia," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan saat merilis hasil survei, di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Ahad, 3 November 2019.
Survei ini melibatkan 1.550 responden yang dipilih secara acak. Periode survei adalah 8 sampai 17 September 2019, dengan margin of error 2,5 persen.
Djayadi mengatakan dari hasil survei itu, ada 4 persen responden yang merasa dasar negara bertentangan dengan Islam, dan 1,8 persen menganggapnya perlu diganti dengan undang-undang dasar lain.
Tren positif dukungan terhadap Pancasila dan UUD 45 ini terus meningkat, sejak tahun lalu sedikit sempat anjlok. Dari data LSI, pada 2016, angka dukungan masih ada di 82,3 persen. Angka ini melonjak pada 2017 menjadi 84,3 persen, sebelum sempat anjlok menjadi 83,2 pada 2018.
Temuan ini, menurut Djayadi, seharusnya bisa menjadi dasar bagi pemerintah untuk fokus pada penguatan Pancasila dan UUD, mengingat mayoritas umat muslim sudah final dengan dua pedoman tersebut. Ia agak menyayangkan langkah pemerintah saat ini yang terlalu fokus terhadap perlawanan kepada mereka yang anti-Pancasila dan UUD.
"Sekarang Pemerintahan Jokowi lebih fokus yang empat persen itu sehingga riak di masyarakat. Harusnya fokus saja di penguatan Pancasila dan UUD," ujar Djayadi.
Ia mencontohkan pemilihan sejumlah menteri di kabinet Indonesia Maju, oleh Presiden Joko Widodo. Beberapa nama seperti Menteri Agama Fachrul Razi yang mantan tentara dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang eks Kapolri, seakan menegaskan bahwa pemerintah ingin menekan angka radikalisme.
Hal ini, dinilai Djayadi, justru seakan menegaskan langkah pemerintah yang terus menekan kebebasan sipil. Dari survei ini pula, kebebasan sipil dinilai semakin memburuk di era pemerintahan Jokowi selama lima tahun terakhir.
"Kabinet yang baru diumumkan juga seolah-olah mengkonfirmasi itu. Misalnya dipilihnya Menteri Agama yang berlatar belakang tentara, itu menimbulkan pertanyaan apa isu kebebasan sipil, toleransi, dan radikalisme apa akan dihadapi dengan pendekatan, bukan hanya lewat stabilitas, tapi juga keamanan," kata dia.